Nasional

Ini Kriteria Karya Terjemahan Bernilai Baik

NU Online  ·  Senin, 1 Oktober 2018 | 23:30 WIB

Jakarta, NU Online
Terjemahan menjadi jembatan penghubung kebudayaan dan pengetahuan. Sebagai satu akses, hal ini mesti dibuat dengan baik. Durrotul Yatimah menyatakan bahwa kalimat yang sederhana dengan tidak terlalu panjang menjadi nilai kebaikan terjemah.

"Terjemahan yang baik itu terjemahan yang sederhana," katanya saat mengisi pelatihan terjemah Fatayat NU Maroko di Kantor Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko, Rabat, pada Ahad (30/9).

Pasalnya, kalimat yang pendek itu tidak membuat pembaca mudah lelah sehingga terjemahan mudah dicerna.

Lebih lanjut, Durrotul menyampaikan bahwa penerjemahan harus disesuaikan dengan bahasa sasaran dan calon pembacanya. Artinya, terjemahan harus mengikuti kaidah bahasa yang ditujunya. Misal, terjemahan teks bahasa Arab ke bahasa Indonesia maka harus mengikuti kaidah bahasa Indonesia. Jangan sampai ada kalimat dengan susunan tata bahasa Arab.

Di samping itu, penyesuaian terhadap calon pembaca juga penting untuk dilakukan. Penerjemah, katanya, harus mempertimbangkan siapa yang nanti membaca hasil terjemahannya.

"Jangan sampai menerjemahkan untuk anak SMA, tetapi bahasanya kuliahan. Bingung nanti mereka," kata mahasiswi doktoral Universitas Darul Hadis, Maroko itu.

Penyerasian juga harus dilakukan terhadap teks yang akan diterjemahkan. Maksudnya, teks fiksi dan teks ilmiah mesti dibedakan bahasanya.

"Kalau kitab turats harus gunakan bahasa ilmiah. Jangan gunakan bahasa gaul," ujarnya.

Perempuan yang akrab disapa bunda oleh kader Fatayat NU Maroko itu mengungkapkan bahwa terkadang terjemahan menggunakan bahasa yang terasa keren dan baik. Tetapi, justru maksudnya tidak tersampaikan. Hal ini tentu, menurutnya, tidak baik.

Ketua Fatayat NU Maroko pertama itu juga mengingatkan bahwa jika menerjemahkan teks keilmuan tertentu, harus punya bekal keilmuan tersebut. Ia mencontohkan ilmu ushul fiqih yang di dalamnya terdapat istilah-istilah khusus, seperti istihsan.

"Kalau kita artikan secara harfiah, tekstual, aneh jadinya dan gak cocok. Harus dicari ke kamus-kamus istilah," terangnya.

Kegiatan pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati Hari Penerjemahan Internasional yang diperingati setiap tanggal 30 September. Pemilihan tanggal tersebut guna mengingat peran besar Hieronimus sebagai peletak pondasi penerjemahan.

"Tanggal itu dipilih untuk memperingati hari wafatnya Hieronimus, penerjemah Romawi yang dianggap berjasa meletakkan dasar-dasar penerjemahan," tulis Ivan Lanin, anggota Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), pada akun Instagramnya, pada Ahad (30/9). (Syakir NF/Fathoni)