Nasional HARLAH KE-67 K-SARBUMUSI

Inilah Profil Konfederasi Sarbumusi, Banom NU Beranggotakan Buruh

Sel, 27 September 2022 | 06:00 WIB

Inilah Profil Konfederasi Sarbumusi, Banom NU Beranggotakan Buruh

Ilustrasi: Konfederasi Sarbumusi merupakan organisasi buruh yang didirikan oleh NU dalam upaya memberi perlindungan kepada kaum buruh. (Foto: dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Konfedersi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi)Ā genap berusia 67 tahun pada Selasa (27/9/2022) hari ini. Badan otonom NU ini lahir di pabrik gula Tulangan Sidoarjo 27 September 1955 atas rekomendasi Muktamar Ke-20 NU tahun 1954 di Surabaya, Jawa Timur.


K-Sarbumusi merupakan organisasi buruh yang didirikan oleh NU dalam upaya memberi perlindungan kepada kaum buruh. Dikutip dari Buku Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Keputusan Muktamar Ke-34 NU, Sarbumusi adalah badan otonom untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh, karyawan, atau tenaga kerja.


Dikutip dari NU Pedia, K-Sarbumusi didirikan sebagai upaya pembelaan para ulama kepada kaum buruh. Keberadaan serikat buruh merupakan upaya untuk berlakunya hubungan kerja yang adil dengan posisi yang setara sehingga dapat mengangkat martabat buruh. Hal ini didasari atas dua hadits Rasulullah saw berikut

  1. "Berikan upah buruh sebelum keringatnya kering." (HR Bukhari)
  2. "Barangsiapa mempekerjakan seroang buruh, maka beritahukanlah upah yang akan diterima oleh si buruh)." (HR Al Baihaqi).
 

Dalam perjalanannya, K-Sarbumusi terpaksa harus berhenti bergerak. Hal ini mengingat kebijakan Orde Baru yang melebur seluruh organisasi buruh dalam satu wadah, yaitu Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FSBI) pada 30 Februari 1973 dan kemudian menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada tahun 1985.


Meskipun tidak lagi memiliki organisasi buruh, NU tetap menaruh perhatian kepada sektor ketenagakerjaan. Hal ini dibuktikan dengan keputusan Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984. Muktamar NU menganjurkan kepada warga NU yang bekerja di sektor industri untuk memelopori tumbuhnya organisasi buruh di basis-basis industri untuk meningkatkan produktivitas dan yang berorientasi pada kepentingan kaum buruh.


Ketika Orde Baru tumbang dan era Reformasi dimulai, tokoh-tokoh K-Sarbumusi pun mendesak H Susanto Martoprasono sebagai Ketua Umum K-Sarbumusi sejak tahun 1969 untuk memfasilitasi Forum Silaturahim Nasional. Kegiatan ini terselenggara pada 26 Jui 1998. Inisiasi ini muncul setelah pemerintahan Habibie meratifikasi konvensi ILO no 87 tentang Kebebasan Berserikat.


Kemudian, Sarbumusi itu menggelar Rapat Kerja Nasional pada 10-11 Mei 1999 di Griya Saba Kopo Bogor Jawa Barat. pertemuan itu merekomendasikan agar Muktamar ke-30 NU di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur mengembalikan Sarbumusi sebagai badan otonom.Ā 


Namun, Muktamar hanya membentuk Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja Nahdlatul Ulama (LPTK NU) yang berfungsi melakukan kajian bidang perburuhan tapi tidak bisa berfungsi sebagai serikat buruh. Meskipun demikian, pendirian lembaga ini merupakan embrio dari upaya menghidupkan kembali K-Sarbumusi.


Kemudian, Muktamar ke-31 NU di Solo tahun 2004 memutuskan K-Sarbumusi kembali menjadi badan otonom NU yang membidani sektor perburuhan. Soetanto Martoprasono yang merupakan aktifis Sarbumusi sejak orde lama diangkat kembali menjadi ketua umum. Namun, di tengah perjalanan, Soetanto Martoprasono mengundurkan diri dan digantikan H Junaidi Ali.


Selama kurun waktu 67 tahun itu, K-Sarbumusi telah dipimpin oleh lima orang ketua umum, yakni sebagai berikut

  1. Thahir Bakri (1955-1961)
  2. KH Masykur (1961-1969)
  3. H Soetanto Martoprasono (1969-1973)
  4. H Junaidi Ali (2004-2010)
  5. H Saiful Bahri Anshori (2010-sekarang).
 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan