Nasional

ISNU Jatim: Jangan Mendelegitimasi Demokrasi Lewat KPPS yang Wafat

Ahad, 12 Mei 2019 | 10:30 WIB

ISNU Jatim: Jangan Mendelegitimasi Demokrasi Lewat KPPS yang Wafat

Pengurus ISNU Jatim takziyah ke anggota KPPS yang wafat di Surabaya

Surabaya, NU Online
Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur KH Zahrul Azhar Asumta As'ad melakukan takziah (menjenguk) keluarga kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang wafat beberapa waktu lalu di Kota Surabaya.

Korban tersebut bernama Suryanto (39) warga Kelurahan Sidosermo, Kecamatan Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Dalam kesempatan ini, ia juga memberikan santunan kepada keluarga korban yang ditinggalkan serta berdoa bersama untuk korban.

"Mereka butuh empati bukan otopsi, mereka pasti akan sedih jika kematian orang-orang yang ia cintai justru dikapitalisasi untuk bahan saling membenci dan ujung ujungnya mendelegitimasi demokrasi," katanya kepada NU Online, Sabtu (11/5).

Pengasuh Pesantren Queen Al Azhar Darul Ulum Rejoso, Kecamatan Peterongan, Jombang ini meminta semua pihak mendahulukan sisi kemanusiaan dalam masalah meninggalnya panitia pemungutan suara. Seperti tidak mempolitisasi korban yang meninggal dunia.

Bagaimanapun, menurut pria yang biasa disapa Gus Hans ini para panitia pemungutan suara sudah berjuang keras menyukseskan pergelaraan pemilu 2019. Mereka meluangkan begitu banyak waktu untuk kebaikan bersama. "Ada yang jauh lebih penting dari sekedar kekuasaan yaitu nilai kemanusiaan," tambah Gus Hans.

Ia melihat ada beberapa golongan yang akhir-akhir ini sengaja mengiringi opini sesat di atas meninggalnya para petugas tersebut. Bahkan perbuatan itu dilakukan orang yang dianggap pintar.

"Basik pendidikan saya di bidang ilmu politik yang menyadarkan saya betapa pertarungan politik terkadang tak lagi mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan. Pesan saya, ngono yo ngono ning ojo ngono," ungkapnya.

Gus Hans juga mengusulkan ke pemerintah untuk memisahkan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada pemilu selanjutnya, hal ini agar kejadian serupa tidak terulang kembali. "Saya berpesan sabaiknya lain kali Pileg dan Pilpres dipisah untuk mengurangi beban kerja petugas," pungkas Direktur Rumah Dana Ummat (Rudama) ini.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, hingga Jumat (10/5) pagi, KPPS yang meninggal dunia mencapai 469 petugas KPPS dan 92 orang petugas pengawas dan 22 petugas keamanan. Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik mengatakan, selain KPPS yang meninggal, sebanyak 4.602 KPPS jatuh sakit saat bertugas. (Syarif Abdurrahman/Muiz)Â