Nasional KIRAB SATU NEGERI

Jadi Orang Sakti Bisa Diraih dengan Hormati Guru

Kam, 11 Oktober 2018 | 04:00 WIB

Tulungagung, NU Online
Untuk dapat menjadi orang hebat, terkadang tidak diperoleh dengan tirakat. Asalkan ikhlas dan hormat atau takdzim kepada guru, maka kedudukan terpuji akan diraih.

Demikian pesan yang diperoleh dari pagelaran wayang kebangsaan yang mewarnai Kirab Satu Negeri (KSN) Zona Rote di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Rabu (10/10) malam. Seni budaya ini  dimainkan grup wayang golek pimpinan Ki Sengkek Suharno anggota Banser dari Tegal Jawa Tengah.

Ki Sangkek pada cerita wayang berdurasi tiga jam tersebut menegaskan bahwa penyebab tokoh berhasil menjadi orang sakti bukan karena yang bersangkutan tekun berpuasa atau tirakat. “Tapi karena takdzim pada guru dan ikhlas menjalani proses hidup,” tegasnya.

Sesui dengan namanya, wayang kebangsaan banyak mengambil tema dan cerita yang bernuansa cinta tanah air. Hubbul wathan minal iman. Itu hampir serupa dengan wayang santri yang biasa dimainkan oleh almarhum Ki Enthus Susmono, Bupati Tegal dan Ki Sudrun dari Blitar.

Bedanya kalau Ki Enthus banyak bercerita tentang sejarah santri mulai dari mondok sampai jadi ulama dan kiai. Namun wayang yang dimainkan Ki Suharno menceritakan sejarah bagaimana bisa menjadi santri yang patriotik. Yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Malam itu Ki dalang membuat lakon Jaka Banser. Sebuah lakon inovasi yang banyak menyitir perjuangan Banser dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka tidak heran bila malam itu juga menampilkan dua tokoh Ansor dan Banser yang mirip  dengan Gus Yaqut Cholil Qomas dan Alfa Isneini serta  tokoh lain pendukung cerita seperti Kiai Abdullah Makruf.

Cerita lebih ger dibumbui dengan tampilan kocak dua tokoh   punokawan Darmo dan Sugeng. Darmo sehari-hari bekerja sebagai  Hansip. Sugeng temannya sebagai tukang becak. Aneka joke kocak meluncur dari dua bibir tokoh fiktif ini. Inilah yang membuat ribuan penonton yang hadir pada acara itu tertawa lepas. Kegiatan juga dibarengi dengan tembang dan lagu religi yang biasa dilantunkan para santri di pesantren.

"Semua nama yang ada dalam cerita ini hanya tokoh fiktif belaka. Itu hanya sebagai pendukung cerita," ujar Ki Suharno usai pentas tadi malam.

Selain pagelaran wayang kebangsaan, hadirin menikmati orkes gambus Bintang Sembilan dari GP Ansor Pacitan. (Imam Kusnin Ahmad/Ibnu Nawawi)