Nasional

Jaga Transparansi, Dana Abadi Jamaah Haji Harus Dibuka ke Publik

NU Online  ·  Rabu, 10 April 2019 | 08:15 WIB

Jaga Transparansi, Dana Abadi Jamaah Haji Harus Dibuka ke Publik

(Foto: @saudi gazette)

Jakarta, NU Online
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyayangkan pembubaran Badan Pengelola Dana Abadi Ummat (BP DAU) oleh Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) yang beberapa waktu lalu disahkan pada rapat Paripurna DPR. Sementara fungsi BP DAU diambil oleh Menteri Agama.

“Hal tersebut dinyatakan pada bagian terakhir dari bagian penutup UU PIHU,” kata Mustolih kepada NU Online di Jakarta, Rabu (10/4) siang.

Sebagaimana diketahui, BP DAU adalah lembaga yang mengelola dana abadi yang berasal dari uang jamaah haji.

“Sumber dari dana abadi umat diperoleh dari hasil pengembangan dana abadi umat dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Di luar dari dana setoran jamaah haji,” kata Mustolih.

Menurutnya, saat ini jumlah dana abadi umat mencapai Rp. 2,5 triliun. Dana abadi umat tidak dapat digunakan sembarangan tetapi terbatas pada kegiatan pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah yang tujuan akhirnya untuk kemaslahatan umat Islam.

Pada sebelumnya, yakni UU Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Kepala Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU) dijabat oleh Menteri Agama yang dibantu oleh sembilan orang yang bertindak sebagai Dewan Pengawas dan tujuh orang berfungsi sebagai dewan pelaksana dengan masa jabatan tiga  tahun, selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu periode.

Ia menambahkan, meskipun jelas-jelas dinyatakan oleh undang-undang sebagai dana publik dan pengelolaannya harus untuk kepentingan publik, informasi tentang dana abadi umat sangat minim.

“Sampai dengan hari ini publik tidak tahu ke mana dan untuk apa dana abadi tersebut. Begitu pula dengan eksistensi Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU) juga tidak jelas karena tidak pernah melakukan ekspose kegiatan kepada publik,” kata Mustolih.

Padahal, kata dia, seharusnya dana abadi umat dikelola dengan mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas karena dana tersebut berasal dari jutaan jamaah haji, bukan sama sekali dari APBN sehingga kewajiban melakukan transpansi melekat.

Ia menambahkan, dengan pembubaran Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU) oleh UU PIHU, pengurus BP DAU dalam hal ini Menteri Agama dan jajarannya harus memberikan pemaparan kepada publik mengenai kinerja mereka selama ini.

“Menteri Agama dan jajarannya harus menjelaskan keamanan dan posisi dana tersebut di mana, diinvestasikan ke mana saja sebelum kemudian diaudit oleh BPK atau akuntan publik agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga dan di belakang hari tidak terjadi persoalan maupun lempar tanggung jawab,” kata Mustolih. (Alhafiz K)