Nasional

Jalan Dakwah Nadirsyah Hosen

Jum, 21 Juli 2017 | 19:00 WIB

Jalan Dakwah Nadirsyah Hosen

Foto: Koleksi pribadi Nadirsyah Hosen

Jakarta, NU Online
Bulan Juli tahun 2015, Prof Nadirsyah Hosen memutuskan pindah ke Universitas Monash. Sebelumnya, ia menghabiskan waktu selama delapan tahun (2007-2015) mengajar hukum Islam di Fakultas Hukum, Universitas Wollongong, Australia. 

Pria kelahiran 1973 ini menilai, salah satu kampus terbaik di Australia adalah Universitas Monash. Kepindahannya itu diyakini akan membawa dampak besar terhadap perkembangan kajian hukum Islam di Australia bahkan tidak menutup kemungkinan hingga ke level dunia.

“Salah satu tujuan saya pindah mengajar dari Fakultas Hukum University of Wollongong ke Fakultas Hukum Monash University pada tahun 2015 adalah untuk terus membawa kajian hukum Islam ke kampus top di Australia, bahkan dunia,” katanya melalui akun facebook pribadi, Kamis (20/7).

Selama delapan tahun mengajar di Wollongong, kajian hukum Islam yang diajarkan secara akademik sangat digemari oleh para mahasiswa hukum.

“Mereka memiliki kesempatan untuk bertanya kepada saya seluk beluk hukum Islam dan aplikasinya di masyarakat Islam. Sebelumnya mereka hanya tahu dari media saja,” tulis Rais Syuriah PCINU Australia-New Zealand ini.

Mata kuliah hukum Islam yang ia ajarkan di Universitas Monash berada dalam Monash Malaysia Law Program. Dalam program ini, Fakultas Hukum Universitas Monash di Melbourne memanfaatkan "kelas pendek" saat liburan musim dingin dengan memakai kampus yang berada di Malaysia. Selama dua bulan program ini dilangsungkan, memaksanya tinggal di Kuala Lumpur.  

Tahun ini penulis buku Human Rights, Politics and Corruption in Indonesia: A Critical Reflection on the Post Soeharto Era tersebut juga dipercaya menjadi manager program (Convenor). 

“Program berbeda juga dilakukan di Prato, Italia memanfaatkan Monash Centre di sana. Convenor untuk Prato adalah kolega saya Prof Marilyn Pittard,” katanya sambil menjelaskan bahwa program di Malaysia, dan juga Prato dilakukan dengan kolaborasi bersama sejumlah kampus di Eropa dan Kanada. 

“Untuk di Malaysia tahun ini sekitar 100 mahasiswa hadir dari Melbourne, Perancis, Belanda, Canada, Jerman dan juga Malaysia. Mereka tersebar mengambil 7 mata kuliah yang berbeda, salah satunya mata kuliah hukum Islam yang saya asuh,” ungkap meraih gelar Graduate Diploma in Islamic Studies serta Master of Arts with Honours dari Universitas New England. 

Nadirsyah mengaku tidak mudah mengajar hukum Islam ditengah kecenderungan sebagian pihak yang "khawatir" dengan segala sesuatu berbau Islam, dan juga sebagian Muslim yang "curiga" dengan segala sesuatu berbau Barat. 

“Diskusi di dalam kelas kadang menjadi panas, dan memang topik yang saya pilihkan sengaja memantik kontroversi agar para mahasiswa bisa saling bertukar pikiran,” ujar lulusan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. 

Mahasiswa yang ikut program kajian hukum Islam tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi banyak diantara mereka dari berbagai latar belakang berbeda. Bahkan mahasiswa pascasarjana juga ikut ambil bagian dari kelas yang ia ampu. 

Dalam mengajar, putra Prof KH Ibrahim Hossen, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dua dasawarsa (1981- 2000) ini umumnya menggembangkan model dialog dan diskusi. Hal itu dipilih agar kondisi kelas tetap dinamis, dan mahasiswa bisa dengan leluasa bertukar pikiran terhadap lahirnya sebuah produk hukum. 

Mengajar hukum Islam di level internasional menjadi jalan dakwah bagi Nadirsyah Hosen. Harapanya sederhana, mahasiswa yang nimbrung di kelasnya dan datang dari berbagai negara itu mampu mengenal Islam yang rahmatan lil Alamin. (Zunus Muhammad)