Jangan Tanam Pengalaman Diskriminasi Agama pada Anak!
NU Online · Ahad, 24 Juli 2016 | 00:30 WIB
Indonesia ditakdirkan menjadi bangsa yang mempunyai latar belakang beragam, baik suku, budaya maupun agama yang dipeluk penghuninya. Perbedaan tersebut adalah sebuah kekayaan yang harus terus-menerus dirawat agar tidak menimbulkan gesekan antarsesama anak bangsa.
Itulah yang mendorong digelarnya “Lokakarya Pendamping Anak Lintas Iman” dalam rangka menyongsong Hari Anak Nasional. Acara yang diselenggarakan di hotel Panorama, Jember, Jawa Timur itu berlangsung dua hari dan berakhir Sabtu (23/7).
Menurut penggagas acara tersebut, Farha Cicik, peserta lokakarya diberi pembekalan wawasan yang luas agar bisa mendampingi anak secara lebih terbuka dan berjejaring tanpa membeda-bedakan latar belakang agamanya.
“Bagaimanapun perbedaan (agama) jangan dijadikan pemicu konflik, tapi justru dijadikan sumber pemersatu dan perdamaian. Sebab, agama apapun tak pernah mengajari konflik,” paparnya kepada NU Online di sela-sela rehat acara.
Ia menambahkan, anak adalah amanah, dan harus dirawat dan besarkan dalam suasana teduh dan damai. Kondisi psikis anak sangat tajam dalam merekam persitiwa yang terjadi di sekelilingnya atau yang menimpa dirinya. "Sehingga anak yang merasakan ada perlakuan diskriminatif lantaran terkait perbedaan agama, itu akan melekat cukup lama dalam memori otaknya. Karena itu perlakukan anak dengan baik, tanpa memandang agamanya apa. Ya paling tidak, peserta lokakarya bisa memberi contoh yang baik, tidak diskriminatif dalam memperlakukan anak,” ucapnya.
Lokakarya tersebut diikuti 40 peserta yang berasal dari unsur PMII, Fatayat, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan lintas agama. Mereka datang dari Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Sumatera, Jakarta, dan Jember sendiri.
Dipilihnya Jember sebagai tuan rumah lokakarya tersebut, kata Farha, karena Jember termasuk daerah yang toleransi antarpemeluk agama cukup bagus. Hubungan dan sinergitas antartokoh lintas agama juga dinilai baik. “Jadi banyak faktor. Namun yang penting Jember damai meski di beberapa desa juga berdiri gereja, tapi aman-aman saja,” ujarnya. (Aryudi A. Razaq/Mahbib)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua