Nasional

Kasus Kekerasan Santri, JPPI Dorong Pesantren Bentuk Sistem Pencegahan Kekerasan

Sel, 27 Februari 2024 | 19:00 WIB

Kasus Kekerasan Santri, JPPI Dorong Pesantren Bentuk Sistem Pencegahan Kekerasan

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. (Foto: NU Online/Suci Amaliyah)

Jakarta, NU Online

Seorang santri Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an Al Hanifiyyah di Mojo, Kediri, Jawa Timur, Bintang Balqis Maulana (14), dikabarkan meninggal dunia setelah mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh empat seniornya di dalam pondok.


Santri asal Afdeling Kampunganyar, Kendenglembu, Karangharjo, Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur itu dipulangkan dari pondok pesantrennya dengan kondisi tubuh penuh lebam dan luka robek.


Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) menetapkan keempat tersangka di antaranya MN (18) seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, serta AK (17) asal Kota Surabaya.


Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bramastyo Priaji menyebut motif penganiayaan tersebut diduga karena adanya kesalahpahaman antara anak-anak pelajar.


"Jadi antara mereka mungkin ada salah paham kemudian terjadi penganiayaan yang dilakukan berulang-ulang," bebernya.


Menyikapi kejadian ini, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyayangkan kekerasan terjadi di antara santri di lingkungan pesantren.


"Budaya menggunakan pendekatan kekerasan di pesantren harusnya tak digunakan," kata Ubaid kepada NU Online, Selasa (27/2/2024).


Terlebih, pendidikan di pesantren sangat rentan karena model asrama ini tertutup. Ubaid mendorong dibentuknya sistem pencegahan, pelaporan, dan perlindungan korban di pesantren.


"Ini harus masuk dalam sistem perizinan pesantren, jika tidak ada sistem ini, maka perizinan bisa ditangguhkan," ujarnya.


Ubaid juga meminta pengawasan dan pembinaan lebih diperketat melibatkan santri dan pengasuh. Pengasuh juga tidak perlu menutup-nutupi atas kejadian perundungan yang terjadi.


"Sikap keterbukaan pengasuh juga harus kita dorong karena bagian dari komitmen pencegahan kekerasan di pesantren. Semakin terbuka pihak pesantren, akan semakin baik dampaknya, termasuk citra pesantren semakin bagus," jelasnya.


Ia berharap pemerintah dalam kasus ini  Kementerian Agama mendorong sistem pencegahan kekerasan dan memastikan implementasinya di lapangan untuk mendisiplinkan santri.


"Kemenag juga harus melakukan pendampingan pesantren agar tidak lagi menggunakan pendekatan kekerasan dalam  proses pendisiplinan santri," ujarnya.


Penjelasan pihak pesantren

Pihak PPTQ Al Hanifiyyah, tempat Bintang Balqis Maulana (14) santri asal Banyuwangi tewas dianiaya empat seniornya, membantah tuduhan penganiayaan.


Pengasuh Pesantren Fatihunnada atau Gus Fatih mengaku awalnya mendapat kabar tewasnya korban karena terpeleset di kamar mandi, bukan lantaran penganiayaan.


"Saya dikabari saat baru bangun tidur bahwa Bintang meninggal dunia. Kemudian saya tanya saudaranya, FT, bahwa korban terpeleset di kamar mandi," kata Gus Fatih.


Gus Fatih mengaku mendapat kabar tersebut pada Jumat (23/2) pagi. Saat itu, ia menerima kabar korban telah meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kecamatan Ngadiluwih.


"Begitu mendengar kabar itu, saya langsung memanggil saudaranya, FT, yang juga mondok di sini. Menurut keterangannya, korban terjatuh di kamar mandi, kemudian dibawa ke rumah sakit," jelas Gus Fatih.


Kabar ini, lanjut Gus Fatih selanjutnya diteruskan kepada paman korban, Suryanto. Sebab, Gus Fatih mengaku tak punya kontak orang tua korban.


Usut tuntas

Kepala Madrasah Tsanawiyah Sunan Kalijogo Kediri, Eko Wahyudi membenarkan terjadinya perundungan yang dialami siswanya, Bintang Balqis Maulana.


"Peristiwa perundungan terjadi di PP. Al-Hanifiyyah yang lokasinya dekat dengan MTs. Sunan Kalijogo. Lokasi perundungan tersebut tidak terjadi di lembaga MTs Sunan Kalijogo dan tidak ada siswa MTs Sunan Kalijogo yang terlibat," kata Wahyudi dalam surat pernyataan pada Senin (26/2/2024).


Pihaknya juga meminta penyidikan dan pengusutan peristiwa perundungan yang dialami siswanya dilakukan hingga tuntas. "Kami sangat mendukung penyidikan dan pengusutan hingga tuntas demi kebaikan dan keadilan bagi semua pihak," kata Wahyudi.