Nasional

Kaum Muda Bisa Tangkal Terorisme

NU Online  ·  Senin, 19 November 2012 | 11:22 WIB

Yogyakarta, NU Online
Aksi terorisme yang terjadi di negeri ini lebih sering melibatkan anak-anak muda. Maka persoalan terorisme sebenarnya bisa ditangkal oleh kaum muda sendiri.<>

“Kita membutuhkan pemuda yang peka terhadap segala persoalan bangsa, serta pemuda yang mampu mewujudkan cita-cita perdamaian di republik ini,” ungkap Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Daerah Istimewa Yogyakarta, Imam S Arizal, pada Seminar Nasional “Siasat Kaum Muda dalam Membendung Terorisme dan Radikalisme Agama”, Sabtu (17/11) lalu di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 

Menurut Imam, maraknya aksi terorisme dan radikalisme yang mengatasnamakan agama akhir-akhir ini perlu disikapi serius oleh pemuda Indonesia. Jika pemuda membiarkan dan bersikap acuh tak acuh, bukan tidak mungkin bahwa kelompok-kelompok ekslusif-radikal akan menggurita di negeri ini.

“Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya terorisme, salah satunya adalah pemahaman yang keliru atas nilai-nilai agama,” paparnya di hadapan sekitar 500-an mahasiswa dan pemuda dari berbagai perwakilan OKP dan lintas kampus se-Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ditambahkan, hingga kini kelompok keagamaan ekslusif terus membangun gerakan di berbagai daerah di Indonesia. Pola perekrutan anggota baru juga mulai masuk ke perguruan tinggi di berbagai daerah. Maka tak heran jika setiap kali ada kasus terorisme dan radikalisme agama, selalu tidak sepi dari keterlibatan kaum muda.

“Kaum muda yang sejatinya menjadi tonggak peradaban masyarakat justru mudah terkontaminasi dan terjerumus pada tindakan-tindakan radikalisme dan terorisme. Kaum muda malah rela menjadi pengantin dan mengorbankan jiwa dan raganya demi keyakinan yang menurut mereka benar,” katanya.

Lebih tegas Imam mengungkapkan, kelompok-kelompok keagamaan garis keras yang setiap saat merekrut para pemuda akan menjadi bom waktu yang bisa mengancam sendi-sendi NKRI. “Maka tugas pemuda, selaku penerus generasi bangsa untuk membendung dan memotong mata rantai kelompok-kelompok garis keras di negeri ini,” tegasnya.

Senada dengan itu, mantan ketua umum Pengurus Besar PMII H. Abdul Malik Haramain mengungkapkan, pemahaman keagamaan yang dangkal akan semakin mudah melakukan tindak teror dan radikal. Oleh karena itu pemuda harus mampu menjadi agent of change dan memiliki pemahaman keagamaan yang benar agar mampu menjadi pelopor perdamaian. 

Dalam makalahnya, Anggota Komisi III DPR RI itu mengungkapkan, pendidikan memiliki peranan strategis dalam memangkas terorisme di negeri ini. Setidaknya ada empat cara yang perlu ditempuh untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme agama perspektif pendidikan.

“Pertama, bekerjasama dengan Pengajar (guru/dosen) dalam membangun “textbook” tentang Pendidikan Islam yang di dalamnya memuat pelajaran toleransi dan isu-isu kemajemukan. Kedua, perlunya mendorong pertukaran pelajar dengan background yang “berbeda”. Ketiga, mendorong pendidikan toleransi dengan menggunakan komunitas ekstra kampus yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda sehingga mampu menumbuhkan pemahaman akan sebuah perbedaan. Keempat, monitoring dan counter propaganda website-website radikal,” tegas Ketua Pansus RUU Ormas tersebut. 

Eman Hermawan, dalam makalahnya juga menyebut bahwa teror merupakan ancaman serius di negeri ini. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman kembali nilai-nilai 4 Pilar Negara. Menurut mantan Ketua Umum DKN Garda Bangsa ini, tugas pemuda hari ini adalah bagaimana kita membangun bangsa dan ideologi bersama. 

“Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberi pemahaman bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi universal yang tidak bertentangan dengan agama apapun,” jelasnya. 

Ditanya soal peran mahasiswa dalam upaya memerangi terorisme, Eman Hermawan menegaskan bahwa hmhasiswa yang mempunyai potensi besar untuk menanggulangi terorisme dan redikalisme agama.

Pertanyaannya , pemuda atau mahasiswa yang seperti apa yang bisa menanggulangi terorisme? Menurutnya, pemuda harus pinter, kaya, dan tidak lapar. “Orang bodoh mudah di hasut, orang miskin mudah direkrut, orang yang lapar mudah dihasut,” pungkasnya. 



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Junaidi Ibnurrahman