Nasional

Kelakar Kiai Ma'ruf Amin ke Syeikh Yusuf Al-Qaradawi: Dari Tukang Kritik hingga Anak NU

Sen, 26 September 2022 | 22:00 WIB

Kelakar Kiai Ma'ruf Amin ke Syeikh Yusuf Al-Qaradawi: Dari Tukang Kritik hingga Anak NU

SyekhYusuf A-Qaradawi mengaku pertama kali mengenal Nahdlatul Ulama (NU) saat salah seorang Ketua NU, KH Idham Kholid berkunjung ke Universitas Al-Azhar Mesir. (Foto: AFP)

Jakarta, NU Online

Kabar duka kembali menyelimuti umat Muslim dunia. Salah seorang intelektual sekaligus ulama terkemuka asal Mesir, Syekh Yusuf Al-Qaradawi wafat pada Senin (26/9/2022). 


Syekh Yusuf Al-Qaradawi lahir di desa Shafat Thurab, Mesir bagian Barat, pada tanggal 9 September 1926. Desa tersebut adalah tempat dimakamkannya salah seorang sahabat Rasulullah saw, yaitu Abdullah bin Harits r.a.


Syekh Yusuf Al-Qaradawi berasal dari keluarga yang taat beragama. Ketika berusia dua tahun, ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak yatim ia hidup dan diasuh oleh pamannya dari jalur ayah. 


Syekh Yusuf Al-Qaradawi mulai serius menghafal Al-Qur’an sejak berusia lima tahun. Bersamaan dengan itu ia juga disekolahkan di sekolah dasar bernaung di bawah lingkungan Departemen Pendidikan dan Pengajaran Mesir untuk mempelajari ilmu umum, seperti berhitung, sejarah, kesehatan dan ilmu-ilmu lainnya.


Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Syekh Yusuf akhirnya berhasil menghafal Al-Qur’an 30 juz di usia 10 tahun. Bukan hanya itu, kefasihan dan kebenaran tajwid serta kemerduan qiraatnya menyebabkan ia sering disuruh menjadi Imam Masjid.


Berkunjung ke PBNU

Pada tahun 2007 silam, Syekh Yusuf Al-Qaradawi didampingi Menteri Agama era-Presiden Yudhoyono, Maftuh Basyuni, melakukan lawatan ke Kantar PBNU, Jalan Kramat Raya No 164 Jakarta Pusat. 


Dalam kunjungan yang berlangsung pada Kamis (11/1/2007) itu, ia disambut Ketua Umum PBNU kala itu, KH Hasyim Muzadi, KH Said Aqil Siroj, KH Ma’ruf Amin, KH Maghfur Utsman, dan KH Nazaruddin Umar.


Kiai Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan pengantar atas nama PBNU berseloroh bahwa di Indonesia nama Syekh Yusuf Qaradawi dipanggil secara salah kaprah, Yusuf Qordhawi. 


“Padahal kalau dibahahasa-Indonesia-kan artinya itu ‘tukang kritik’. Jadi yang benar Qaradawi," kata Kiai Ma’ruf Amin disambut tawa Sang Syekh dan hadirin.


Tidak kalah, Sang Syekh menimpali, dirinya kebetulan lahir pada tahun kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama, tahun 1926. “Berarti saya ini anak NU,” katanya bergurau. 


Syekh Yusuf A-Qaradawi mengaku pertama kali mengenal NU saat salah seorang Ketua NU, KH Idham Kholid berkunjung ke Universitas Al-Azhar Mesir. 


Saat itu Syekh Yusuf Qaradhawi mengajukan pesan agar NU menjadi 'dinamo' bagi kebangkitan umat Islam di Indonesia dan dunia. Menurutnya Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar di dunia mempunyai kekayaan alam dan sumber daya manusia yang sangat potensial untuk 'memenangkan' umat Islam  dari tekanan dunia internasional.

 

"Tapi tanpa mesin pengerak semua itu tidak akan bias jalan. Ada satu kekuatan lagi yang lebih besar dimiliki oleh NU yakni kekuatan rohani," kata Syeikh Qaradhawi. 


Dirinya mengaku bangga dengan model Islam moderat yang dipraktikkan oleh NU. Sistem pengambilan hukum Islam dalam NU yang mengambil salah satu dari empat Mazhab Fiqih dan sistem berteologi dengan mengikuti dua mazhab besar yang diterapkan secara longgar memberikan ruang untuk saling bertoleransi dengan kelompok Islam mana pun.


"Dengan toleransi kita akan bisa bersatu dan memperkecil perbedaan. Dengan toleransi kita akan bisa menyatukan barisan untuk membantu umat Islam di Palestina dan Irak. Saya juga sepakat dengan Kiai Ma’ruf Amin bahwa umat Islam adalah umat yang mengambil jalan tengah," kata Syekh Qaradhawi. 


Rais Syuriyah PBNU KH Maghfur Utsman yang kala itu menjadi pemandu acara berseloroh lagi. "Kalau Syekh Qaradlawi lahir di Indonesia pasti menjadi warga NU. Dan beliau kayaknya punya bakat untuk menjadi rais syuriyah," katanya diikuti tawa hadlirin. 


Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi saat memberikan kata penutup mengatakan, Nahdlatul Ulama saat ini sedang melakukan upaya-upaya untuk melerai konflik antara Sunni dan Syiah yang terjadi di Irak dan Negara-negara di Timur Tengah umumnya. NU telah menyatukan langkah dengan organisasi Islam yang lain yang seperti Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia.


"Dalam waktu dekat saya juga akan bertemu dengan Ayatullah At-Tazkiri di Iran untuk membahas masalah itu," katanya.


Editor: Kendi Setiawan