Nasional

Keluhan Pedagang Pasar Tanah Abang: Gara-Gara Tiktok Shop, Dagangan Sepi Pembeli

Sen, 25 September 2023 | 07:00 WIB

Keluhan Pedagang Pasar Tanah Abang: Gara-Gara Tiktok Shop, Dagangan Sepi Pembeli

Beberapa kios di Pasar Tanah Abang tutup karena sepi pembeli. Disinyalir karena pengaruh Tiktok Shop. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 
Fenomena berjualan dan berbelanja secara online, ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi memudahkan, tetapi di sisi lain justru mematikan usaha pertokoan yang dilakukan secara offline.


Tiktok Shop, sebuah fitur untuk bertransaksi jual-beli di akun media sosial menjadi sorotan. Sebab, harga-harga barang kebutuhan yang dijual di Tiktok Shop jauh lebih murah dibanding membeli secara langsung di pusat perbelanjaan. 


Fenomena berjualan online di Tiktok Shop itu membuat para pedagang di Pasar Tanah Abang mengeluh. Dagangannya sepi pembeli, omzetnya anjlok, dan mereka tetap dibebankan untuk tak boleh telat membayar sewa kios. 


NU Online berkunjung langsung ke Pasar Tanah Abang, pada Ahad (24/9/2023) kemarin. Menyaksikan langsung betapa sepinya pusat perbelanjaan terbesar se-Asia Tenggara itu. 


Di lantai 5 kawasan Blok A Pasar Tanah Abang, para pembeli yang berkunjung bisa dihitung pakai jari, sangat sepi. Bahkan, ada beberapa kios yang tutup, lalu disewakan. 


Karena sangat sepi pembeli, ada beberapa pedagang yang sampai tertidur menunggu dagangan kiosnya. Padahal, sebelum marak praktik berjualan melalui siaran langsung di Tiktok Shop, akhir pekan menjadi waktu yang tepat bagi warga Jakarta dan sekitarnya untuk berbelanja di Pasar Tanah Abang. 


Tasripah, pedagang perlengkapan haji dan busana Muslim-Muslimah yang berjualan sejak 2018 di Pasar Tanah Abang mengaku bahwa fenomena Tiktok Shop sangat berpengaruh terhadap dagangannya yang kini sepi pembeli. 


"Mempengaruhi banget. Berpengaruh banget. Nih lihat sendiri, pasarnya begini (sepi), gara-gara itu, Tiktok Tiktok itu katanya," kata Tasripah kepada NU Online


Ia mengaku memiliki akun dan sempat beberapa kali 'membuka lapak' di Tiktok. Namun, tetap saja sepi pembeli. Tasripah bilang, 'belum ada yang nyangkut'. 


Pengaruh Tiktok Shop yang membuat dagangannya sepi pembeli itu telah dirasakan sejak empat bulan terakhir. Sebelum marak Tiktok Shop, Pasar Tanah Abang ramai dikunjungi para pembeli.


Salah satu yang membuat orang-orang beralih ke Tiktok Shop adalah soal harga. Di Tiktok, para pedagang berani 'membanting harga' sampai sangat murah karena tak punya beban sewa kios. 


"Tiktok saya lihat juga kayaknya murah-murah banget, gratis ongkir (ongkos kirim). Semuanya pada ngomong gara-gara Tiktok. Makanya dengar katanya Tiktok mau dihapus kita ngedukung banget. Sebelum ada Tiktok, omzetnya lumayan. Sekarang anjlok bisa 75 persen," jelas Tasripah. 

 

Salah satu pemilik kios di Pasar Tanah Abang terlihat ketiduran gara-gara sepi pembeli. (Foto: NU Online/Suwitno) 


Saat ini, sangat jarang ada pembeli yang berbelanja dengan mendatangi langsung kiosnya. Kalaupun ada, mereka adalah pelanggan-pelanggan lama. Tasripah sangat sulit mencari atau mendapatkan pelanggan baru. 


"Jarang yang belanja langsung. Paling pelanggan-pelanggan lama aja saya. Pelanggan lama dari daerah nanti dikirim. Kalau datang ke sini, paling beli perlengkapan juga yang kecil-kecilnya aja," katanya. 


Tasripah yang barang dagangannya bisa dijual secara grosir dan eceran itu berharap, dagangannya bisa kembali laris seperti semula. Ia mengaku, fenomena Tiktok Shop ini berbeda dengan kehadiran e-commerce seperti Shopee dan Lazada. 


"Kalau Shopee, Lazada dari dulu memang ada. Tapi setelah ada Tiktok itu, saya lihat murah-murah banget. Tisu-tisu itu kan di sini Rp12 ribu (tapi) di Tiktok (hanya) Rp6 ribu," kata Tasripah. 


Perbandingan Harga

Di kiosnya, Tasripah menjual berbagai macam perlengkapan haji. Di antaranya ada gamis untuk perempuan yang berbahan standar dengan banderol harga Rp200 ribu. Sementara kain ihram laki-laki berbahan lokal dihargai Rp120 ribu dan impor Rp150 ribu. 


"Perbandingannya, di Tiktok itu yang impor Rp120 ribu. Lebih murah. Itu sudah gratis ongkir," katanya. 


Tasripah pun tak bisa menurunkan harga demi agar dagangannya bisa laris dan habis terjual. Sebab berbagai tanggungan biaya sewa harus dibayar, tak boleh telat. 


"Sewa toko mahal, operasional servis, belum lampu. Saya (sewa) toko setahun Rp25 juta, service charge sebulan Rp1 juta, lampu Rp200 ribu sebulan. Sekarang nggak nutup. Pasar terbesar se-Asia Tenggara tapi kok (sepi) begini?" ucapnya. 


Tetap Bertahan di Pasar Tanah Abang

NU Online juga menemui Susi, pedagang tas yang sejak 2009 tetap bertahan di Pasar Tanah Abang. Ia mengaku sudah pernah mencoba menggunakan fitur Tiktok Shop, tapi tetap saja kalah dengan yang lain. 


"Di sini pun mungkin beberapa orang sudah ke Tiktok juga, sudah berusaha juga walaupun dengan keadaan seperti ini. Ke Tiktok juga sudah kita coba. Tapi tetap aja kalah dari harga dan promosinya," kata Susi. 


Menurunnya jumlah pelanggan yang berbelanja di Pasar Tanah Abang itu, kata Susi, sudah dirasakan sejak pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Kian lama, ia justru merasakan usahanya semakin terpuruk. 


"(Para pedagang di Tanah Abang) bertahan karena ada toko di sini. Kalau nggak dibuka service charge tetap jalan. Kalau ditutup kita juga harus bayar juga kan. Jadi mau nggak mau kita harus buka juga. Saya pernah (jualan di Tiktok) waktu itu, tapi nggak pernah yang kita bayangkan segampang itu. Nggak ada (pembelinya)," ucapnya. 


Karena harus membayar sewa kios, Susi pun tak bisa kalau harus menurunkan harga agar dagangannya laris dibeli para pelanggan. Bahkan, ia juga punya karyawan atau pegawai yang harus digaji setiap bulan. 


"Nggak bisa (nurunin harga), kita kan di sini harus sewa toko, harus bayar service charge, harus bayar karyawan. Sebenarnya berawal itu semenjak habis pandemi itu masih ada sedikit lah, sampai sekarang turun terus. Penjualan online menjamur karena pandemi," kata Susi. 


Ia mengaku pernah mencoba berjualan di e-commerce, antara lain di Shopee dan Grosenia, tapi tetap saja gagal menarik minat pelanggan. 


Sementara soal wacana menghapus fitur Tiktok Shop, Susi mengatakan bahwa di media sosial tersebut ada banyak orang yang mencari penghidupan, sehingga agak sulit jika Tiktok benar-benar dihapus. 


"Tiktok kayaknya kalau dihapus susah juga ya namanya media. Kalau kayak gitu dihapus mungkin nggak bisa. Tiktok Live-nya mungkin bisa. Tapi kan mungkin yang di Tiktok itu perlu hidup juga kan. Jadi juga nggak bisa ditutup murni. Karena kan ada juga orang yang berhasil dengan Tiktok," tutur Susi.