Nasional

Kenangan Gus Nadir tentang KH Tholchah Hasan

NU Online  ·  Rabu, 29 Mei 2019 | 12:15 WIB

Jakarta, NU Online
Duka cita kembali menyelimuti bangsa Indonesia. KH Tholchah Hasan, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), berpulang ke haribaan-Nya pada Rabu (29/5) siang atau bertepatan dengan hari ke 24 Ramadhan 1440 H.

Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Australia dan Selandia Baru KH Nadirsyah Hosen punya kenangan tersendiri tentang sosok ulama yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama RI era Presiden KH Abdurrahman Wahid itu.

Dalam akun Facebooknya, Gus Nadir menyampaikan bahwa ulama teduh nan bersahaja itu merupakan salah seorang cendekiawan yang senantiasa mengikuti perkembangan pemikiran Islam.

"Penuh dg gagasan visioner khususnya masalah pendidikan dan Aswaja. Beliau jg terus mengikuti pemikiran keislaman dg mengupdate bacaan kitab kontemporer, spt yg beliau diskusikan dg saya," catatnya pada Rabu (29/5).

Gus Nadir juga mengungkapkan bahwa Kiai Tolchah rutin mengelola pengajian kitab Ihya 'Ulumiddin karya Imam al-Ghazali di rumahnya. Anehnya pengajian tersebut juga diikuti oleh para kiai.

Dosen senior Monash Law School itu mendapat cerita dak KH Abdul Adzim Irsyad, bahwa dulu di Tebuireng, Tolchah remaja belajar pada KH Idris Kamali yang legendaris itu. Saat Tolchah dan kawannya minta ngaji kitab Ihya, Kiai Idris meminta mereka datang lagi esok hari.

Lantas keesokan harinya, Kiai Idris menuturkan bahwa beliau sudah meminta izin Imam al-Ghazali utk mengajar Ihya. Bahkan Imam al-Ghazali sendiri yang memilihkan nama-nama santri yang layak ikut mengaji kitab monumental tersebut. Kiai Tolchah termasuk yang dipilih untuk mengaji Ihya. 

"Itu sebabnya yg sdh selevel Kiai pun banyak yg kemudian ngaji Ihya di rumah Kiai Tolchah utk ngalap barokah Kiai Idris dan Imam al-Ghazali," kata Gus Nadir.

Lebih lanjut, Gus Nadir pernah sowan ke kediaman Kiai Tholchah. Saat itu, ia sempat mengutip isi kitab Ihya sehingga ulama yang pernah menjabat sebagai rektor Universitas Islam Malang (Unisma) itu mengomentarinya. "Niat saya juga tabarukan. Alhamdulillah," tulisnya.

Di samping itu, Penulis buku Tafsir Al-Qur'an di Medsos itu juga pernah mengundang Kiai Tolchah untuk safari Ramadhan ke Australia pada tahun 2008. Saat itu, tangan Gus Nadir ditarik olehnya masuk ke kamarnya setelah rekan-rekannya keluar.

Dalam kesempatan tersebut, kata Gus Nadir, Kiai Tolchah mengungkapkan kegembiraannya atas kepemimpinan Gus Nadir menggawangi NU di sana. Kiai yang pernah menjadi Wakil Rais Aam PBNU itu, katanya, menyatakan bahwa tidak mungkin kawan-kawan begitu loyal dan taat seperti itu kalau kepemimpinannya tidak merakyat.

Lalu, Kiai Tholchah pun merobek kertas kecil dan menuliskan wirid agar dibaca oleh Gus Nadir untuk diamalkan menjadi pemimpin. "Saya dengan takjub menerimanya meski tidak benar-benar paham maksud beliau. Sebagai santri saya sami'na wa atha'na," lanjutnya.

Di akhir, Gus Nadir mendoakan sosok ulama kelahiran 1938 itu agar bersama guru-gurunya, Kiai Idris dan Imam al-Ghazali. "Demikian kenangan saya ttg Kiai Tolchah Hasan. Terima kasih Pak Yai atas ilmu, doa dan teladannya. Semoga Allah kelak membangkitkan Pak Yai di Padang Mahsyar bersama barisan Imam al-Ghazali dan Kiai Idris Kamali. Lahumul fatihah...," Pungkasnya. (Syakir NF/Abdullah Alawi)