Nasional LSN 2019

Kenapa NU Mau-maunya Ngurusin Sepak Bola? 

Jum, 8 November 2019 | 03:30 WIB

Kenapa NU Mau-maunya Ngurusin Sepak Bola? 

Pemain Liga Santri Nusantara sedang berebut bola (Foto: NU Online/ Inong 164 Channel)

Bogor, NU Online 
PBNU melalui Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) mengadakan Liga Santri Nusantara (LSN). Awalnya, liga tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga RI pada 2015. Pada 2016 hingga 2018 Kemenpora melibatkan RMINU. Pada 2019, RMINU menjadi penyelenggara tunggal di seri regional dan masih disupport Kemenpora di seri nasional.   

Direktur Eksekutif Liga Santri Nusantara Alfu Ni’am pada awal-awal RMINU  ikut terlibat di liga santri banyak orang yang mempertanyakannya. Bahkan hingga sekarang masih ada. Buat apa, lembaga NU mengurusi sepak bola? Bukankah RMINU fokus bergerak di bidang tafaquh fid din, memperkuat pendidikan pesantren? ada pertanyaan yang selalu datang ke RMI, kenapa RMI mengurusi sepak bola? 

Menurut Ni’am, RMINU tidak berhenti memperkuat tafaquh fid din dan memperkuat lembaga pendidikan pesantren karena itu kewajiban dan tugas pokok dari PBNU. Namun, mengurus sepak bola juga bukan tidak ada manfaatnya untuk santri dan pesantren.  

“Gus Rozin (Ketua RMINU) punya strategi, ketika ada pintu yang terbuka, dan itu ada manfaatnya, pasti dimasuki, ini ada kesempatan untuk para santri juga,” ungkap Alfu Ni’am di Sekretariat LSN 2019 di Gedung Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Darmais) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11).  

Menurut Ni’am, di LSN, ada “S” di tengah liga dan Nusantara. Dan itu berarti santri. Artinya liga sepek bola ini untuk kalangan santri. Melalui media liga santri ini, para kiai, terutama para kiai muda, para gus dari berbagai pesantren di seluruh Indonesia, selama empat tahun ini, bisa berkumpul, bersilaturahim. 

“Pertandingan memang di lapangan dilakukan para santri, tapi para kiai dan gus-gusnya berkumpul di luar lapangan. Mereka membicarakan berbagai persoalan, mulai masalah NU, pesantren, persoalan kebangsaan, membicarakan pula mulai dari masalah ekonomi pesantren, ideologi, hingga masalah radikalisme. Dan itu menjadi konsen gus Rozn melalui RMINU,” jelasnya. “Sambil mengawal para santri berkompetisi, kita mengadakan pertemuan kecil secara formal maupun informal. Di Solo (pada liga santri musim 2018, red.) kita mengaadakan halaqah RMI seluruh Indonesia,” tambahnya.  

Ketiga, lanjutnya, penyelenggaraan sepak bola ini ada sisi dakwahnya. Para kiai di luar Jawa menyampaikan, sejak adanya Liga Santri Nusantara, semangat anak-anak remaja yang selama ini tidak tahu dan tak pernah berpikir masuk ke pesantren, banyak yang bersekolah di pesantren. 

“Pertanyaan dulu yang menyangsikan sepak bola RMINU, akhirnya terjawab. Anak-anak awam, tak terpikir jadi santri, kini berbondong ke pesantren demi ikut sepak bola. Awalnya suka sepak bola memang, pengennya sepak bola, awalnya begitu,” lanjutnya.

Karena para remaja itu masuk pesantren, mereka akan terbawa sistem dan kultur di pesantren. Mereka akan hidup dengan para santri lain selama 24 jam di bawah bimbingan ustadz dan kiai. Di situ mereka diajarkan disiplin, solidaritas, akhlakul karimah di samping ilmu-ilmu agama. 

Watak-watak semacam itu, menurut Ni’am, sangat relevan dengan sepak bola. Dari situ kemudian banyak pesantren yang berpikir untuk mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB). Ke depan, bukan tidak mungkin akhlak dan watak para santri bisa mewarnai persepakbolaan nasional. Untuk memperkuat cita-cita itu, RMINU akan membentuk Santri FC yang diproyeksikan ikut di liga 3 Indonesia.  

Jebolan-jebolan Liga Santri Nusantara telah berada di beberapa klub yang dikelola secara profesional. Bahkan ada yang memperkuat tim nasional, di antaranya Rafly Mursalim yang kini berada di U23. 
 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Alhafiz Kurniawan