Nasional

Ketua LP Ma’arif NU Dorong Konsep Kebahagiaan Berpendidikan di Rakerwil Ma’arif NU DIY

Sen, 20 Februari 2023 | 10:00 WIB

Ketua LP Ma’arif NU Dorong Konsep Kebahagiaan Berpendidikan di Rakerwil Ma’arif NU DIY

Ketua LP Ma’arif PBNU M Ali Ramdhani menyampaikan sambutan pengarahan dalam Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) LP Ma’arif NU DIY, di Yogyakarta, Ahad (19/2/2023 (Foto: Dokumen LP Ma'arif NU)

Jakarta, NU Online 
Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong konsep kebahagiaan berpendidikan di setiap satuan pendidikan Ma’arif. 


Hal itu disampaikan Ketua LP Ma’arif NU M Ali Ramdhani dalam Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) LP Ma’arif NU DIY, di Yogyakarta, Ahad (19/2/2023).


Konsep itu, menurutnya, selaras dengan visi madrasah dan sekolah LP Ma’arif NU yang dibangun untuk menjadi rumah kedua bagi siswa-siswanya. Membangun sekolah dan madrasah tidak sekadar retorika dan kata tanpa makna. 


“Dari sisi kelembagaan, kita berharap bahwa Ma’arif ini mampu mencetak, menciptakan lingkungan-lingkungan proses pembelajaran sekolah dan madrasah sebagai rumah kedua dari anak-anak kita," lanjutnya.


Sebab, kata dia, esensi madrasah lebih dari itu, karenanya sekolah dan madrasah di bawah naungan LP Ma’arif NU harus menjadi mercusuar, menjadi bangunan yang mampu menerangi di saat kegelapan dan mampu menunjukkan arah-arah bagi orang yang mencari pelajaran. 


“Pendidikan LP Ma’arif NU mengarah pada proses penciptaan sumberdaya manusia yang mampu merespons perubahan secara cepat dan dinamis,” katanya. 


Ia juga mengatakan bahwa ketika kegiatan mendidik menjadi sesuatu yang esensial, maka para pendidik, khususnya pengurus LP Ma’arif dituntut untuk memahami arah orientasi pendidikan. 


“Bagaimana kita mampu menjadikan sumberdaya manusia yang unggul, relevan, dan berdaya saing tinggi yang dibingkai dengan nilai-nilai Aswaja,” katanya lagi. 


Untuk menciptakan insan didik yang berbahagia, menurutnya, proses pembelajarannya juga harus dilakukan dengan bahagia. Dengan begitu, tidak mungkin anak-anak tersebut tidak bersekolah karena mereka menemukan kebahagiaan di sekolah Ma’arif.


Untuk membangun itu, ia menjelaskan ada empat hal penting yang disebut sebagai komponen school well being. Pertama, sisi psikologis yang harus dibangun sedemikian rupa untuk memanusiakan manusia sebagai dasar proses pembelajaran. Dalam hal ini, menurutnya, kreasi dan rekreasi harus menjadi proses pembelajaran di dalam madrasah dan sekolah Ma’arif. 


"Proses pembelajaran di LP Ma’arif itu dipandang sebagai rekreasi. Jadi, kalaulah anak Ma’arif ditanya, rekreasi yang paling indah buat siswa Ma’arif adalah belajar, ketika mereka berinteraksi di sekolah," ucapnya.


Hal itu tidak lain karena mereka menemukan sebuah kenyamanan psikologi di madrasah dan sekolah Ma’arif.


"Ini mencirikan bahwa di tempat kita melakukan proses transformasi nilai dan pengetahuan tidak boleh ada penistaan terhadap aspek-aspek yang sifatnya psikologis," ujarnya. 


Ia mencontohkan misalnya dari sisi penataan bangunan. Standar kaca ruang di sekolah itu harus transparan, sementara ada oknum pengelola sebuah sekolah yang membuat penataannya gelap. 


"Ini tidak baik, tak boleh lagi ada ruang gelap, artinya ruang yang tidak bisa dilihat dari luar ke dalam. Jadi harus bisa terlihat apa yang terjadi di ruang kelas sehingga walau ada niat yang salah, dia tidak ada kesempatan," ungkap dia.


Kedua, transformasi pengetahuan dan nilai harus dilengkapi dengan penguatan pada aspek jasad (fisik). "Kita berkeinginan untuk melahirkan siswa yang sehat secara jasmani," ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Jati Bandung, Jawa Barat itu.


Mereka yang belajar di Ma'arif, lanjutnya, adalah anak-anak yang kuat secara fisik, memiliki pengolahan dimensi fisik secara sempurna. Ia mengaku selalu menekankan aspek utama pembelajaran dari ayahnya, Prof Cecep Syarifuddin bahwa kecerdasan akan terganggu dengan kelemahan fisik.


"Secerdas apapun orang tanpa dilengkapi dengan kesehatan jasmani, kesehatan rohani, maka akan menganggu kecerdasannya," jelas dia.


Lebih lanjut, Dhani kembali mengutip pernyataan ayahnya, yang mengatakan bahwa jangan pernah mengambil keputusan ketika engkau marah, sebab setengah kecerdasanmu lagi hilang. Artinya, marah itu kesehatan mentalnya lagi tidak baik. 


"Jangan pernah mengambil keputusan ketika engkau sakit. Sebab, separuh dari kemampuan berpikirmu lagi turun,” kutip Dhani melanjutkan pernyataan ayahnya.


Hal tersebut, jelas dia, menandakan bahwa sebuah proses pendidikan tidak hanya mengelola kecerdasan yang sifatnya bersumber dari kecerdasan akal, tetapi dia harus ditopang oleh kesehatan fisik dan kecerdasan mental.


"Salah satu catatan yang menjadi bagian penting dari penyelenggaraan pendidikan di LP Ma’arif adalah bagaimana menciptakan insan-insan yang kuat secara fisik, di samping tentu saja melengkapi dari kecerdasan intelektual," tandasnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syamsul Arifin