Nasional PENGAJIAN GUS BAHA

Keutamaan Bekerja Mencari Nafkah Menurut Gus Baha

Rab, 5 Januari 2022 | 08:30 WIB

Keutamaan Bekerja Mencari Nafkah Menurut Gus Baha

KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) saat di PBNU.

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan keutamaan seseorang yang mau bekerja cari nafkah dan tidak mengemis.

 
"Allah begitu mengapresiasi orang yang bekerja. Bekerja untuk hal ini penting karena mungkin ada orang mendapatkan uang dari transaksi narkoba, mencuri, kejahatan atau menipu. Makanya orang yang bekerja harus diapresiasi," jelas kiai yang akrab disapa Gus Baha itu saat acara Resolusi Kemnaker RI 2022 dan doa bersama Gus Baha secara live dari akun Official LP3iA, Senin (3/01/2022).


Gus Baha mengatakan, bahwa nilai kerja itu ibadah. Agama manapun setuju seseorang harus mendapatkan rezeki atau kebutuhannya lewat jalan halal semisal kerja, warisan dan hibah. Dalam konsep Islam, ketika seseorang mendapatkan satu rezeki maka bisa dimakan untuk dua orang. Rezekinya orang dua bisa dimakan empat orang.


"Kekacauan dunia ini dimulai ketika jatahnya orang satu menghabiskan jatahnya orang seribu. Gara-gara kerakusan itu sistem sosial menjadi kacau," tegas Gus Baha.


Gus Baha menambahkan, dalam Kitab Ihya Ulumiddin dijelaskan tentang keutamaan kerja., bahwa sebagian dosa, ada yang tidak bisa dihapuskan dengan istighfar, sedekah, ataupun dzikir kecuali serius memikirkan dan mencari nafkah atau rizki. Jadi, sudut pandang itu penting.


"Banyak guru-guru kita yang kaya, untuk dirinya secukupnya saja. Nabi Daud tidak makan dari hasil pekerjaan menjual anyaman bambu. Kalau tidak terjual maka tidak makan hari itu," ungkapnya.

 


Alumni Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang itu juga mengingatkan bahwa orang yang sedang mencangkul dan bekerja sejatinya mereka sedang meminta ampun kepada Allah.


Sistem pekerjaan melahirkan hal positif seperti hukum sosial bertemu teman dan ketergantungan manusia pada hal halal. Menurutnya, ini penting karena seringkali orang dilihat dari pekerjaannya. Orang berpikir bahwa bisa hidup dengan barang halal. Orang tergerak untuk bekerja karena punya anak kecil, orang tua, dan istri itu sebuah hal yang disukai Allah.


"Jangan sampai orang berpikir bisa hidup tenang dengan narkoba. Jangan juga bekerja karena menuruti nafsunya dan hal maksiat," imbuhnya.


Dikatakan, status orang yang dagang (kerja) dan jujur maka derajatnya bersama orang yang meninggal seperti pahlawan atau orang syahid. Nabi memuji orang yang bekerja sebagai pedagang, dengan menyebut 9 dari 10 rezeki, berkahnya ada di dagang. Sekikir-kikirnya pedagang, ia tetap harus bayar sopir yang mengangkut barang, satpam, dan uangnya berputar.


"Jadi, cara pandang kita pada dalam beragama, jangan sampai kita melihat ibadah kepada Allah itu hanya orang yang datang ke masjid atau pengajian saja. Seseorang yang datang ke pabrik, ke pasar, sama dengan ke masjid yaitu sama-sama ibadah," ujarnya.

 


Gus Baha lalu menceritakan di era Rasullallah, ada suatu peristiwa saat sedang mengaji bersama sahabatnya di masid, lalu lewatlah seorang pemuda membawa cangkul dengan santainya. Para sahabat komplain, ada Rasulullah tengah mengaji, tapi pemuda ini tidak sopan.


Namun, ketika pemuda itu disalahkan, oleh Rasullallah malah dibela. Karena ketika ada pemuda yang bekerja untuk mencari nafkah buat keluarganya agar tidak minta-minta, menurut Rasullallah itu adalah sunahnya.


Bagi Rasulullah, sunnah tidak hanya datang ke pengajian, tapi juga mengamalkan isi kajian itu sendiri. Bisa jadi, orang yang bekerja tersebut mengamalkan perintah Nabi berbuat baik kepada keluarga.


"Ini penting agar cara pandang kita kepada seseorang kepada yang lain itu positif. Karena taqwa itu meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah," pungkas Gus Baha.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF