Nasional

KH Miftachul Akhyar: Dunia Bukan Tempatnya Menerima Balasan

Jum, 26 Mei 2023 | 21:00 WIB

KH Miftachul Akhyar: Dunia Bukan Tempatnya Menerima Balasan

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat memberikan pengarahan pada Rapat Gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah di Unusia Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/3/2022). (Foto: NU Online/Syakir NF).

Jakarta, NU Online

 

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan bahwa dunia merupakan darut taklif, yaitu tempat untuk diperintah, tempat ujian, bukan darul jaza, tempat pembalasan.

 

"Dunia ini adalah darut taklif, tempat untuk diperintah, tempat ujian, bukan darul jaza, bukan tempat pembalasan," ujarnya pada tayangan Ngaji Syarah Al-Hikam Pertemuan ke 34 di kanal YouTube Multimedia KH Miftachul Akhyar, diakses oleh NU Online pada Jumat (26/5/2023).

 

Ia menjelaskan bahwa jika pembalasan diberikan di dunia, tidak cukup, bahkan 1 menit duduknya orang ngaji, pahalanya tidak cukup diberikan di dunia. Oleh sebab itu dunia bukan tempatnya menerima balasan, tetapi balasannya nanti disediakan di akhirat.

 

"Cuma cipratan-cipratan tentu ada, namanya nur, sinar. Namanya sinar, begitu memberikan penerangan akan membias tentu, akan membias. Jadi yang kita dapatkan selama ini hanya cipratan, bukan pembalasan. Kalau itu pembalasan, berarti akhirat kita itu kosong, sudah kita ambil di dunia ini," terangnya.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut menerangkan bahwa manusia perlu bekal, sebab perjalanan yang akan ditempuh merupakan perjalanan jauh, penuh dengan lika liku, penuh dengan tebing yang tinggi, dan lembah yang curam. Sehingga kalau tidak hati-hati, akan berhenti di tengah jalan.

 

"Jika kita tidak cancut tali wondo, tidak meringankan beban, maka kita akan apa? Berhenti di tengah jalan, kita tidak akan mampu meneruskan, tidak mampu meneruskan perjalanan yang jauh ini. Makanya Rasulullah saw memberikan wasiat pada salah satu sahabat jadidi safinah, perbaharuilah perahumu, bahteramu," terangnya.

 

Kiai Miftach mengungkapkan bahwa tujuan manusia sebenarnya sowan kepada Allah dan disyaratkan orang sowan harus punya tiket yaitu amal-amal saleh yang harus disertai dengan ilmu. Jika amal-amal saleh tidak ada ilmunya, sampai babak belur ibadah bisa mardudah, tertolak.

 

"Makanya ada riwayat yang mengatakan ngaji satu saat saja itu lebih baik daripada 70 tahun. Karena satu saat itu bisa merubah, memperbaiki, mentashih apa-apa yang dia semula tidak benar, salah. Akhirnya selama hidupnya akan bener terus gara-gara satu saat, apalagi 2 saat, 3 saat, dan seterusnya," ujarnya.

 

Lebih lanjut ia menegaskan kembali bahwa sebab dunia darul taklif, bukan darul jaza, maka harus bekerja, terus berbuat, untuk terus bergerak. Makanya, manakala seorang salik sudah mulai tampak tanda-tanda kekeramatannya, tidak boleh berhenti, sebab menuju Allah itu tanpa batas.

 

"Jadi istilahnya tidak ada kata berhenti, kalau ingin wushul ilallah tidak ada kata berhenti, apa nyampai? Ya jangankan kita, Rasulullah saw sendiri mengakui la uhshi tsanaan alaiki ya allah, saya tidak mampu menghitung, sebab pujian kepadamu. Tidak ada yang bisa nyampai, tetapi ini perintah agar kita selalu bergerak, ayat nya memang wa inna ila rabbika muntaha, artinya jadikan tujuan ke Allah itu satu-satunya tujuan," pungkasnya.

 

Kontributor: Malik Ibnu Zaman

Editor: Syakir NF