Nasional

KH Miftachul Akhyar Jelaskan Orang-Orang yang Terhalang dari Allah

Jum, 24 Februari 2023 | 20:00 WIB

KH Miftachul Akhyar Jelaskan Orang-Orang yang Terhalang dari Allah

Rais ‘Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar pada pertemuan ke-26 Ngaji Syarah Al-Hikam di Aula Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya, Jawa Timur, Jumat (24/2/2023). (Foto: tangkapan layar Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar)

Surabaya, NU Online

Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menjelaskan macam-macam orang yang terhalang (mahjub) dari Allah.


"Orang yang mahjub, yang terhalang dari Allah macam-macam, tidak mengenal Allah. Ada yang karena kebodohannya, sehingga dia tidak mau mengenal Allah. Sehingga dia mau mengenal Allah saja cari dalil, apa dalilnya? Wujudnya langit bumi, baru dia mantap kalau Allah itu wujud," ujar Kiai Miftach pada pertemuan ke-26 Ngaji Syarah Al-Hikam di Aula Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya, Jawa Timur, Jumat (24/2/2023).


Menurut Kiai Miftach kebodohan dan kelemahan manusia itulah yang menyebabkan manusia membutuhkan dalil untuk mengenal Allah. Selain dengan melihat langit dan bumi. Tingkatan lebih tinggi lagi untuk mengenal Allah adalah menggunakan akal, menggunakan mantiq yaitu dengan qadhiyah-qadhiyah.


"Ini juga masih belum mencapai tingkat tinggi, karena mengenal Allah masih pakai qadhiyah-qadhiyah, pakai qaidah. Ada yang mengenal Allah justru dengan Allah, nggak pakai qaidah, nggak pakai langit bumi," imbuhnya.


Lebih lanjut Kiai Miftach mengungkapkan bahwa orang yang mengenal Allah dengan menggunakan dalil adanya langit bumi dan seisinya, mengenal Allah menggunakan qadhiyah-qadhiyah disebut sebagai orang mukmin yang masih mahjub.


"Yang dua itu masih mahjub, yang pakai dasar langit bumi itu namanya seorang mukmin yang masih mahjub, mahjubnya dengan dalil bumi. Kalau tanpa langit bumi seisinya, nggak kenal Allah, berarti kan mahjub. Yang di atasnya lagi masih mahjub, masih pakai kaidah-kaidah. Tetapi yang mengenal Allah dengan wujudnya Allah, itu yang sudah tidak mahjub lagi," jelasnya.


Mereka yang mengenal Allah tetapi tidak mau beriman juga termasuk ke dalam mahjub. Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya tersebut mencontohkan astronot yang berada di luar angkasa melihat macam-macam makhluk ciptaan Allah. Lalu astronot itu berpikir bahwa semuanya itu terjadi dengan sendirinya, tetapi dia tidak beriman.


"Jadi pikiran-pikiran mantiqiyahnya tahu kalau ini tidak wujud dengan sendirinya, tetapi tidak melahirkan sebuah keimanan. Lah, itu banyak terjadi. Orang-orang yang dekat dengan ilmu pengetahuan, pakar-pakar teknologi ternyata tidak iman," ujarnya.


Ia menjelaskan bahwa dalam kata hikmah yang ke-15 justru bukan bumi langit, bukan alam, bukan bumi, bukan ilmu-ilmu atau kaidah yang dipelajari, bukan keahlian, bukan kecanggihan yang menjadi hijab atau penghalang. Tetapi justru kesombongan yang menjadi hijab.


"Orang Yahudi tidak mau mengimankan kepada Rasulullah justru mengingkari, bukan karena dia tidak tahu. Sebelum kelahiran Rasulullah, mereka akan mengumumkan akan lahir seorang nabi, nabi akhir, nabi pemungkas, dan sebagainya. Mereka mengakui, tetapi begitu lahir, tanda-tanda ada, nggak mau mengimankan. Dia tahu kenabian Rasulullah seperti bapak tahu terhadap anaknya, yang merawat dia dari kecil, tahu sekali. Tetapi nggak mau mengimankan karena ada rasa hasad, dengki," urai Kiai Miftach.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman

Editor: Fathoni Ahmad