Nasional AWAL RAMADHAN

Kiai Musthofa: Pemerintah Indonesia Bukan Ulil Amri?

Sel, 9 Juli 2013 | 16:00 WIB

Cirebon, NU Online
Penentuan awal Ramadhan di Indonesia kembali melahirkan perbedaan. Pemerintah melalui Kementrian Agama memutuskan 1 Ramadhan 1434 H pada Rabu 10 Juli 2013. Sementara beberapa kelompok, sudah berpuasa sejak Selasa, bahkan Senin lalu. 
<>
Menanggapi hal tersebut, Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Musthofa Aqil Siroj mengungkapkan, bahwa mengikuti keputusan pemerintah adalah sikap paling bijak yang harus dijalani umat Islam di Indonesia.

“Ya memang, perbedaan adalah rahmat, namun demi menjaga persatuan umat, mengikuti hasil keputusan pemerintah dalam penentuan awal Ramadhan adalah hal yang paling bijak,” ungkap  Kiai Musthofa di Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (9/7).

Kiai Musthofa menceritakan pengalamannya saat menempuh pendidikan di Arab Saudi. Dia menuturkan, bahwa salah satu gurunya yang ahli hisab dan tidak pernah meleset dalam menentukan awal Ramadhan tetap saja menyarankan mengikuti keputusan pemerintah, meskipun saat itu pemerintah memutuskan awal Ramadhan dengan hari yang berbeda dengan apa yang telah diyakininya.

“Tersebutlah Syekh Mansyur, guru saya saat menempuh pendidikan di Saudi Arabia, dulu. Beliau sangat ahli dalam menentukan awal Ramadhan, dan dalam seumur hidupnya tidak pernah meleset untuk mengkaji kapan jatuhnya awal Ramadhan,” ceritanya. 

Namun, ungkap Pengasuh Pesantren Kempek Cirebon, sekali waktu ia berbeda dengan keputusan pemerintah, sekitar tahun 1984. Pemerintah Saudi mengumumkan awal puasa jatuh pada hari Senin, berbeda dengan yang diyakini oleh Syekh Mansyur, yakni hari Ahad. 

Tapi dengan bijak, Syekh Mansyur menyarankan santri-santrinya untuk mulai berpuasa pada hari Senin, sesuai apa yang telah diputuskan pemerintah, meskipun beliau tetap berpuasa dan menganggap awal Ramadhan adalah hari Ahad. 

Lebih lanjut, Kiai Musthofa menanggapi tentang keharusan mengikuti pemerintah dalam menentukan permulaan bulan Ramadhan dengan mengutip Surat An-Nisa ayat 59. Dia berpendapat bahwa mengikuti ulil amri yang dimaknai sebagai pemerintah dalam ayat tersebut merupakan kewajiban Muslim setelah mengikuti Allah dan RasulNya.

Ada memang yang menganggap bahwa pemerintah Indonesia bukan yang dimaksud dengan ulil amri dalam ayat tersebut. Terkait dengan bidang keagamaan pemerintah telah mendiskusikannya melalui Kementrian Agama, puluhan ormas Islam, dan ratusan ulama dan kiai yang ahli di bidangnya. 

“Jadi, jika pemerintah Indonesia bukan ulil amri, siapa lagi?” tutup Kiai Musthofa.


Redaktur    : Abdullah Alawi 
Kontributor: Sobih Adnan