Nasional

Kilas 2018: Bahu Membahu Hadapi Bencana Alam

NU Online  ·  Senin, 31 Desember 2018 | 12:00 WIB

Kilas 2018: Bahu Membahu Hadapi Bencana Alam

NU Peduli membantu masyarakat Banten

Jakarta, NU Online
Tahun 2018 menjadi tahun keprihatinan bagi bangsa Indonesia. Tiga bencana alam besar terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung dan Banten.

Bencana pertama adalah gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat berkekuatan 6,4  pada tanggal 29 Juli 2018. Pusat gempa berada di 47 km timur laut Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat dengan kedalaman 24 kilometer. Guncangan gempa bumi dirasakan di seluruh wilayah Pulau Lombok, Pulau Bali, dan Pulau Sumbawa. 
Selain gempa tersebut gempa-gempa susulan sebanyak lebih dari seribu kali terjadi.

Gempa mengakibatkan lebih dari 500 orang meninggal dunia, sebanyak, 1.597 terluka, dan 270.168 mengungsi. Sebanyak 67.875 unit rumah rusak. Tak hanya itu, gempa yang terjadi secara bersusulan ini juga memorakporanda 13 rumah sakit dan Puskesmas, 65 masjid dan mushalla, serta 468 sekolah pun mengalami kerusakan.

Berdasarkan data yang dihimpun di lapangan, sejumlah penduduk yang mengalami kerusakan sangat parah adalah warga yang tinggal di tiga kabupaten atau kota, yaitu Kota Mataram, Lombok Utara, dan Lombok Timur. Mereka kini mengungsi di sejumlah tempat di Lombok. 

Belum usai kesedihan akibat bencana alam di NTB, Indonesia dikejutkan oleh adanya peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 telah mengguncang wilayah Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018 pukul 17.02 WIB. Pusat gempa pada 10 kilometer pada 27 kilometer Timur Laut Donggala, Sulawesi Tengah. 

BMKG mengaktivasi peringatan dini tsunami dengan status Siaga (tinggi potensi tsunami 0,5-3 meter) di pantai Donggala bagian barat, dan status Waspada (tinggi potensi tsunami kurang dari 0,5 meter) di pantai Donggala bagian utara, Mamuju bagian utara dan Kota Palu bagian barat. BMKG telah mengakhiri peringatan dini tsunami sejak 28 September 2018 pukul 17.36 WIB.

Namun, di beberapa tempat di Palu, tsunami menyusul gempa bumi tersebut, lebih cepat daripada peringatan dini tsunami. Akibatnya selain hancurnya bangunan, jalan, dan pusat kegiatan di kota Palu, termasuk Jembatan Kuning, ikon kota Palu, ratusan orang juga dinyatakan hilang, luka-luka dan meninggal dunia. Sementara ribuan orang lainnya harus mengungsi. Bencana gempa bumi Sulawesi Tengah juga disertai likuifaski atau pergeseran tanah. Bahkan longsornya tebing di beberapa titik mengakibatkan tanah tergerus menjadi banjir dan kembali menimbulkan bencana yang merusak rumah-rumah warga.

Bencana gempa bumi di Kota Palu dan Donggala Sulawesi Tengah menjadi topik pembicaraan warganet dunia. Hanya sekitar enam jam pasca kejadian, dua tanda pagar (tagar) #PrayForDonggala dan #PrayForPalu menjadi dua dari lima tagar yang paling banyak dibicarakan di twitter level dunia Sabtu 29 September 2018 dini hari dengan 130 ribu ciutan di twitter.

Kondisi listrik padam menyebabkan jaringan komunikasi di Donggala dan sekitarnya tidak dapat beroperasi karena pasokan listrik PLN putus. Terdapat 276 base station yang tidak dapat dapat digunakan. Operator komunikasi terus berusaha memulihkan pasokan listrik secara darurat. Kemkominfo melakukan langkah-langkah penanganan untuk memulihkan komunikasi yang putus agar kota Palu yang menjadi seperti kota mati dapat pulih.

Tsunami Selat Sunda

Tsunami Sela Sunda disebabkan oleh longsornya anak Gunung Krakatau di Selat Sunda. Pada Sabtu 22 Desember 2018 pukul 22.30 WIB BMKG meyakini bahwa telah terjadigelombang tsunami dan segera mengeluarkan rilis pers bahwa tsunami melanda Banten dan Lampung, namun tsunami tidak dipicu oleh gempa bumi tektonik.

Hingga akhir Desember tercatat 340 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak.

Di Kabupaten Pandeglang tercatat korban mencapai lebih dari 207 orang meninggal dunia, 755 orang luka-luka, 7 orang hilang, dan 11.453 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 hotel dan vila rusak, 60 warung makan dan toko rusak, 350 perahu/kapal rusak, dan 71 unit kendaraan rusak.

Daerah pesisir di sepanjang pantai dari Pantai Carita, Pantai Panimbang, Pantai Teluk Lada, Sumur, dan Tanjung Lesung banyak mengalami kerusakan. Sebanyak sepuluh kecamatan di Pandeglang terdampak dari terjangan tsunami. Korban paling banyak ditemukan di Hotel Mutiara Carita Cottage, Hotel Tanjung Lesung dan Kampung Sambolo. Di Kabupaten Serang pada pekan pertama setelah bencana tercatat 12 orang meninggal dunia, 30 orang luka-luka dan 28 orang hilang. Dampak tsunami juga dirasakan di Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Pesawaran. 

Respons PBNU

Merespons kejadian bencana alam gempa bumi yang melanda Nusa Tenggara Barat dan gempa bumi disusul tsunami di Sulawesi Tengah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menginstruksikan warga NU untuk membacakan qunut nazilah.

“Salah satu bentuk keprihatinkan kita PBNU telah membuat seruan qunut nazilah dimulai pada pelaksanaan shalat Jumat 5 Oktober 2018,” kata Sekjen PBNU, H Ahmad Helmy Faishal Zainy.

Pembacaan qunut nazilah diimbau dilakukan di seluruh masjid, rumah warga NU, pesantren-pesantren dan dilakuan serentak secara nasional. “Qunut nazilah ini untuk keselamatan bangsa jadi NU melakukannya serentak,” imbuh Sekjen Helmy.

Pembacaan qunut nasizlah dan istigotsah juga diinstruksikan PBNU atas peristiwa tsunami Selat Sunda. 
Pembacaan qunut nazilah, istighotsah sebagai dukungan moral PBNU dalam membangun mental dan spiritual masyarakat terdampak bencana. Selain itu, doa dan istighotsah tersebut merupakan nasihat para sesepuh NU.
Lebih dari itu, berdoa menjadi senjata utama kaum Muslim sehingga memang harus dilakukan di mana wilayah Indonesia yang berada di daerah cincin api dan banyak daerah yang rawan bencana alam. 

Menguatkan Kiprah NU Peduli 

Doa bersama merupakan salah satu bentuk kepedulian dan dukungan NU untuk warga terdampak bencana. Dukungan lainnya dilakukan melalui NU Peduli. Pascagempa NTB, NU Peduli melakukan penanganan di 97 titik daerah terdampak gempa. Penanganan untuk NTB masih terus dilakukan hingga enam bulan ke depan.

Langkah penanganan juga dilakukan oleh NU Peduli atas instruksi PBNU. Sejak bencana alam di NTB, lembaga-lembaga dan badan otonom NU bersatu dalam wadah NU Peduli. Penanganan bagi warga dan daerah terdampak bencana oleh NU Peduli mengikuti ketentuan pemerintah dan dikerjakan dalam beberapa tahap. Pada tahap awal NU Peduli melakukan asesmen untuk mengetahui tangkat kerusakan dan apa saja yang diperlukan. Selanjutnya NU Peduli melakukan pengiriman bantuan logistik, tenda pengungsian, dan bantuan layak pakai. Selain itu, NU Peduli membangun rumah sementara bagi warga, melakukan pelayanan kesehatan dan psikososial.

NU Peduli mengerahkan NU Care-LAZISNU untuk penggalangan dana. Sementara eksekusi di lapangan dilakukan oleh para relawan gabungan dari LPBI NU, LKNU, GP Ansor, LP MAarif, dan Banom serta lembaga NU lainnya. Para relawan bekerja sesuai keahlian mereka. NU Peduli bekerja rata-rata hingga enam bulan pasca kejadian, yang dapat diperpanjang sesuai dengan tingkat kebutuhan di lapangan,

Sejumlah Pelajaran

Mencermati peritiwa bencana tersebut kita dapat mengambil pelajaran. Bahwa kejadian bencana sebagai sarana semakin mendekatkan diri kepada Allah. Bencana mestinya menimbulkan kepekaan kita untuk menolong sesama manusia. 

Dari sisi preofesionalisme, bencana alam mesti menaikkan tingkat kemampuan relawan NU Peduli dalam penanganan kebencanaan. Ancaman bencana alam yang bisa datang kapan saja, harus selalu diwaspadai, termasuk bagaimana menghadapi situasi bencana. Peringatan dini bencana alam menjadi kesadaran bersama bagaimana jika sewaktu-waktu masyarakat harus dihadapkan pada peristiwa bencana alam. 

Esok kita akan memasuki tahun baru. Semoga tahun baru ini dan tahun-tahun selanjutnya kita menjadi bagian dari masyarakat yang sadar bencana agar risiko dan dampat bencana dapat diminimalkan. (Kendi Setiawan)