Nasional

Kisah KH Abdul Chalim Leuwimunding Terinspirasi KH Wahab Chasbullah

Kam, 9 Februari 2023 | 09:00 WIB

Kisah KH Abdul Chalim Leuwimunding Terinspirasi KH Wahab Chasbullah

Wakil Ketum PP Pergunu, Muhammad Al Barra mengatakan KH Abdul Chalim sangat terinspirasi oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, karena menganggap Mbah Wahab Chasbullah adalah gurunya. (Foto: Erik)

Surbaya, NU Online
Pada tahun 1913, KH Abdul Chalim Leuwimunding mulai belajar di Hijaz (Arab Saudi) dan diasuh langsung oleh KH Mahfudz Termas.

 

Dari perjalanan menimba ilmunya di Hijaz, KH Abdul Chalim dipertemukan dengan KH Wahab Chasbullah yang sama-sama menimba ilmu pada KH Mahfudz Termas. Keduanya terpaut usia 10 tahun. Usia KH Abdul Halim saat itu 16 tahun, sedangkan KH Wahab Chasbullah 26 tahun.


Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) Muhammad Al Barra memaparkan hal itu saat menyampaikan materi pada kegiatan Halaqah Pemikian dan Perjuangan KH Abdul Chalim Pendiri Nahdlatul Ulama, Senin (6/2/2023). Halaqah dalam rangka memperingati 1 Abad NU ini berlangsung di Hotel Whiz Prime Darmo, Jln Raya Darmo Harapan 1, Tanjungsari, Kecamatan Sukomanunggal, Kota Surabaya, Jawa Timur.  


"Kemudian kenapa Mbah Chalim sangat terinspirasi dengan Mbah Wahab Chasbullah, karena Mbah Chalim menganggap bahwa Mbah Wahab Chasbullah adalah gurunya. Dikarenakan usianya terpaut 10 tahun," ujar Gus Barra sapaan akrabnya.


Sejak usia muda, Mbah Chalim dikenal sebagai kiai yang mempunyai semangat yang tinggi terutama dalam menimba ilmu sehingga membawanya mudah berinteraksi di kancah internasional. Apalagi, Hijaz saat itu menjadi rujukan ilmu pengetahuan dunia. Banyak pelajar datang ke sana. Setelah sekian tahun menimba ilmu di Hijaz, Mbah Chalim memutuskan untuk kembali ke tanah air. Hal itu dikarenakan pecahnya perang dunia ke-2 pada tahun 1914 yang mengakibatkan kondisi global mulai tidak aman.


"Mbah Chalim pulang ke kampung halamannya dan membantu abahnya yang menjabat di kawedanan saat itu yang membawahi banyak kecamatan," ujar Gus Barra.   


Pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Mojokerto itu mengungkapkan bahwa pada saat itu para kiai ingin melahirkan generasi yang sadar akan penjajahan. Menurutnya, kondisi saat itu banyak orang-orang yang belum menyadari sedang dijajah dikarenakan sudah berlangsung lama dan semua jabatan pemerintahan diduduki para penjajah. 


"Untuk menyadarkan ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Maka Nahdlatul Wathan lahir untuk membangkitkan semangat generasi bangsa dan sadar akan penjajahan," ungkapnya.


Gus Barra mengungkapkan bahwa Mbah Chalim dikenal sebagai sosok kiai yang produktif dalam melahirkan karya-karya, bahkan terdapat 13 judul naskah dengan bentuk syi'ir. Sebagian ditulis dalam bentuk bahasa Arab-Indonesia dan sebagian lagi ditulis dalam bentuk Arab-Sunda.

 

"Dugaan saya, masih banyak naskah-naskah yang lain yang dikarang oleh Mbah Halim. Hanya saja pernah terjadi kebakaran yang sangat dahsyat dan keluarga saat itu kurang mengetahui pentingnya sebuah naskah sehingga banyak naskah yang hilang dan terkabar," jelas Gus Barra. 


Tema-tema yang ditulis oleh Mbah Chalim dalam karyanya cukup beragam di antaranya fiqih, tasawuf, tauhid, perjuangan kemerdekaan dan nasionalisme. Temuan itu diungkapkan oleh Gus Barra dalam disertasinya dengan judul Naskah Perjuangan Kiai Abdul Wahab Chasbullah: Edisi Teks dan Historiografi Nahdlatul Ulama.


Mbah Chalim merupakan sosok kiai yang piawai dalam menyampaikan informasi antar kiai. Bahkan pesan-pesan Mbah Hasyim Asy’ari untuk Mbah Wahab saat itu melalui Mbah Chalim terutama ketika awal berdirinya Nahdlatul Ulama. Tiga kiai inilah mempunyai peran besar lahirnya NU dikarenakan komunikasi dan koordinasi antar kiai berjalan sangat baik. 


"Mbah Wahab ketika ingin melakukan sesuatu selalu meminta izin kepada Mbah Hasyim termasuk ingin mendirikan sebuah organisasi. Nah, Mbah Chalim inilah yang bertugas menemui Mbah Hasyim untuk menyampaikan pesan Mbah Wahab. Begitu juga ketika Mbah Hasyim ingin menyampaikan pesan kepada Mbah Wahab, pesan tersebut disampaikan melalui Mbah Halim," tutup Gus Barra.


Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan