Nasional

Kisah Perjalanan Koper Jamaah Haji

Sab, 13 Oktober 2012 | 05:19 WIB

Jeddah, NU Online
Di Bandara King Abdul Azis, Jeddah, terlihat sibuk ketika alur koper dimulai menyusul usainya kegiatan jamaah mengurus imigrasi. Mereka diminta mencari kopernya yang sudah disusun rapi oleh petugas haji untuk memudahkan mencarinya.
<>
Setelah itu mereka menariknya ke pemeriksaan x-ray lalu keluar dari gedung bandara. Bagi mereka yang tidak biasa bepergian atau tidak mengenal petugas haji Indonesia yang berbaju biru, bordir nama di dada dan merah putih di lengan panjang bajunya akan enggan melepas koper itu.

Koper bagi jamaah haji, juga bagi siapa saja yang bepergian, sangat penting, karena disanalah kebutuhan jamaah disimpan. 

Bisa dipahami karena itu kopernya dan khawatir hilang jika lepas dari pengawasannya. Namun, setelah dijelaskan bahwa si seragam biru dan celana panjang hitam adalah petugas haji resmi dari Indonesia maka mereka akan merelakannya atau mempercayakan bahwa sang koper tak akan hilang.

Namun, jika kejadian itu terus berulang akhirnya petugas mengeluh juga. "Apa jamaah kita tidak diberi tau, ya, bahwa nanti kopernya akan diurus petugas Indonesia di bandara dan mereka tinggal terima bersih di penginapan," keluh petugas koper.

"Mungkin perlu standar pelayanan 3S, senyum, sapa dan service (layani) agar mereka tidak khawatir kata petugas unit lain," kata petugas unit lain. 

"Mungkin di Indonesia, jamaah sudah diingatkan agar jangan mudah percaya dengan orang yang tidak dikenal," ucap petugas lain sambil berteori jenaka.

Perbincangan lalu meluas kepada karakter jamaah haji Indonesia. Menurut mereka, jika jamaah dari pedesaan atau baru pertama berhaji, mudah diatur, tetapi harus dibimbing dalam pengunaan teknologi, seperti kran air yang cukup dipencet (tekan) lalu airnya ngucur dan tak perlu mencari kran untuk mematikannya karena dia akan mati sendiri.

Jamaah tipe ini awalnya curiga pada petugas karena belum kenal, seperti pada penanganan koper tadi, tetapi setelah itu petugas haji adalah pahlawan bagi mereka karena selalu siap membantu.

Ada satu tipe lagi jamaah Indonesia, yakni yang biasa bepergian dan berhaji dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Jamaahnya percaya diri. Sadar pada layanan dan tidak khawatir koper akan hilang di bandara jika dibawa petugas.

Di tempat peristirahatan sebagian mereka akan bergaya, berkaca mata hitam, berfoto ria, baik perkelompok maupun sorangan. 

Kembali ke koper tadi, pengurus KBIH-nya yang acap tidak percaya. "Kacau, pasti nanti kacau lagi pengurusan kopernya," kata seorang pengurus KBIH kepada Sekretaris Daker Jeddah Nur Alya Fitra yang sedang mengawasi rekan-rekannya melayani jamaah.

"Kacau apanya, Pak," tanya Fitra.

"Pengurusan koper pasti kacau," kata pengurus salah satu KBIH yang berperawakan tinggi dan berumur.

"Koper bapak ada di tempatnya," kata Fitra sambil menunjuk ratusan koper yang sedang diturunkan.
"Saya yakin pengurusan koper tahun ini akan kacau lagi, seperti tahun-tahun lalu," kata sang KBIH. Lalu dia bercerita bahwa dia sudah belasan kali berhaji dan pengurusan koper selalu kacau. Koper tidak diterima jamaah di tempat penginapannya. 

Fitra sebagai otoritas Daker berusaha menjelaskan bahwa kopernya pasti aman. 

"Apa kamu bisa jamin?" 
"Saya jamin koper Bapak tidak hilang. Bapak dari mana," 
"KBIH."

"Saya melayani jamaah dan kopernya tidak akan hilang," kata Fitra.

Sang KBIH tidak percaya lalu meminta nomer telepon Fitra. Fitra bingung, mengapa peristiwa belum terjadi tetapi pelayanan koper sudah divonis kacau.
Dia lalu menjelaskan alur sebuah koper hingga sampai ke pemiliknya di penginapan. Daker Jeddah merancang sistem sehingga koper akan sampai kepada pemiliknya.

Apa yang dijelaskannya lalu Antara cek ke lapangan. Di bagian layanan koper tampak petugas menarik dan memeriksa badan setiap koper. Mereka terdiri dari petugas dari Indonesia dan tenaga musiman (temus) yang terdiri mahasiswa dan mukimin di Saudi.

Koper diperiksa, dilihat nomer rombongan lalu disusun berdasarkan nomer rombongan. Koper rombongan 5 akan diangkut ke bus rombongan 5. Artinya, koper pergi bersama pemiliknya di bus yang sama. Jadi, tidak ada alasan pengurusan koper kacau.

Yang dipermasalahkan KBIH agaknya bukan kopernya tak sampai tetapi akan mungkin terjadi kelompoknya tidak satu pemukiman atau berbeda gedung sehingga dia sulit berkomunikasi dengan jamaahnya.

"Jika itu yang diinginkan, kami tidak bisa menjamin karena pendaftaran jamaah tidak pernah sama meskipun dalam satu KBIH. Paling tinggi kami berusaha mengatur agar isteri tidak terpisah rombongan dari suaminya," kata Fitra.

Kadaker Jeddah Ahmad Abdullah mengatakan terkadang, sekali lagi terkadang, KBIH selalu merepotkan. Mereka ingin selalu menyatu dengan jamaahnya sementara sejak awal proses administrasi sudah tidak sama. 

"Mereka mungkin sekali tidak satu kelompok terbang, tidak satu rombongan dan tidak satu penginapan, meskipun pada praktiknya mereka selalu membujuk petugas sejak awal proses keberangkatan agar selalu bersatu dengan jamaahnya," kata Abdullah.

Lebih ekstrim lagi, ada KBIH yang beranggotakan 600 jamah dari Sumatera Selatan berinisiatif mengenakan seragam sendiri, berbeda dengan seragam jamaah resmi Indonesia. 

Pada saat Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia berusaha menimbulkan kebersamaan dan membuat seragam agar mudah dalam memantau 320-455 anggota jamaah dalam satu kloter, di sisi lain ada KBIH yang bersikap eksklusif. Dengan tegas Abdullah meminta KBIH memerintahkan jamaahnya agar mengenakan seragam resmi kembali jika tidak dia tidak akan memberangkatkan mereka ke Makkah.

Koper dan tingkah jamaah beragam ceritanya. Jika di manasik haji diingatkan agar perbanyak zikir dan shalawat, jangan sombong dan berikhlaslah menuju dua kota suci, hendaknya hal itu diingat agar jamaah insyaallah mendapat haji mabrur.

Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara