Nasional

Komisi Disabilitas Harap Pemimpin Indonesia Mampu Koordinasikan Perlindungan Hak Disabilitas 

Rab, 7 Februari 2024 | 19:00 WIB

Komisi Disabilitas Harap Pemimpin Indonesia Mampu Koordinasikan Perlindungan Hak Disabilitas 

Ilustrasi penyandang disabilitas. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Fatimah Asri Mutmainnah menyampaikan apresiasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena pertama kalinya isu disabilitas diangkat dalam debat calon presiden (capres) di debat putaran kelima pada Ahad (4/2/2024) lalu. 


"Kami KND mengapresiasi KPU bahwa isu disabilitas untuk kali pertama diangkat di debat capres dan kami mengapresiasi," ujar dia kepada NU Online pada Selasa (6/2/2024).


Menurutnya, masyarakat penyandang disabilitas tercatat hampir 10 persen dari total populasi. Hak-hak penyandang disabilitas diatur dalam konteks Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2016. Data tersebut, kata dia, bukan hanya menjelaskan hak yang harus diterima penyandang disabilitas. Lebih dari itu, ini juga menunjukkan kewajiban 90 persen masyarakat non-disabilitas dalam memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak disabilitas.


“Artinya, tidak hanya bicara tentang 10 persen hak, tetapi kewajiban dari 90 persen masyarakat non-disabilitas. Artinya, tanggung jawab pelaksanaan penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas itu adalah tanggung jawab kita semua,” ucap Ketua Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Lasem, Rembang, Jawa Tengah itu.


Ia berharap agar calon presiden terpilih mampu memahami perspektif disabilitas, berinteraksi dengan masyarakat disabilitas, dan mengoordinasikan semua pihak terlibat dalam Perlindungan, Penghormatan, dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia (P3 HAM) disabilitas.


“Kita berharap siapapun nanti yang menjadi presiden terpilih mampu dan mau belajar tentang perspektif disabilitas, berinteraksi dengan masyarakat disabilitas, sehingga mampu mengorkestrasi semua pihak-pihak yang terlibat dalam P3 HAM disabilitas ini. 


"Pemimpin harus memahami kebutuhan disabilitas, aksesibilitas, dan akomodasi yang layak sebagai hak yang wajib diberikan," tambahnya.


Dengan memiliki perspektif disabilitas yang baik, sambung dia, pemimpin negara mampu mengorkestra seluruh elemen negara dalam pelaksanaan P3 HAM disabilitas yang ada di Indonesia. Dengan demikian, ia yakin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia inklusi tahun 2030 bisa dicapai bersama, sehingga Indonesia menjadi negara yang inklusif disabilitas.


“Mampu mengorkestrasi semuanya supaya menjadi harmonis bagaimana pelaksanaan P3 HAM menjadi indah. Semuanya bisa memainkan perannya. Butuh pemimpin seperti ini tentang apa kebutuhan disabilitas, bagaimana aksesibilitas, akomodasi yang layak itu adalah sebuah hak yang wajib diberikan,” paparnya.


Dia juga menegaskan bahwa tanggung jawab pemenuhan hak disabilitas bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil. Dia berharap bahwa organisasi berbasis keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU), dapat memainkan peran proaktif dalam memastikan inklusi disabilitas di Indonesia.


"Siapa pun warganya yang penyandang disabilitas atau memiliki anak disabilitas atau tetangga disabilitas untuk proaktif mendaftarkan ke Dukcapil, memasukan mereka dalam Disduk agar mereka benar-benar tertera niknya, terdaftar sebagai warga negara untuk kemudian menjalani proses pemenuhan haknya," tutup dia.