Nasional SEMINAR INTERNASIONAL

KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal

Jum, 11 Maret 2016 | 15:01 WIB

KTTI UI: Paham Takfiri Jadi Sebab Konflik Horisontal

Ketua Prodi KTTI UI Dr Muhammad Luthfi, MA.

Jakarta, NU Online
Ketua Program Studi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam (KTTI) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Luthfi menyatakan bahwa paham takfiri (saling mengafirkan) sesama muslim menjadi salah satu penyabab terjadinya konflik di Timur Tengah. Hal ini menjadi sorotan, karena kasus serupa (pengafiran) juga dewasa ini marak terjadi di Indonesia.

Luthfi menegaskan, kalau kita lihat dalam sejarah Islam, sebetulnya pengafiran merupakan kasus yang sangat tua sekali. Yaitu ketika Islam datang, syiah pada awal masa-masanya dan Sunni juga sama. Khususnya kalau Sunni ketika terjadi perang Shifin, itu sudah saling mengafirkan.

“Jadi ketika perang Shifin, kemudian terjadi perundingan antara tentara Muawiyah dan Sayyidina Ali, kelompok yang menamakan dirinya Khawarij itu keluar dari rombongan Ali dan mengafirkan para peserta perundingan tersebut karena dalam berijtihad dianggap salah,” ujar Luthfi dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Suriah Indonesia (Al-Syami), Kamis (10/3) di Gedung Pascasarjana UI Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.

Ijtihad yang salah dalam pandangan Khawarij, lanjut Luthfi, adalah dosa besar, sedangkan dosa besar menurut mereka adalah kafir dan kafir ba’da Islam adalah murtad. Sebab itu, boleh dibunuh. Akhirnya mereka mengirimkan empat pembunuh,” terangnya.

Jadi, imbuhnya, pengafiran itu sudah lama terjadi. Adapun jamaah takfiri dewasa ini juga menginduk pada pemikiran-pemikiran yang dulu pernah muncul.

Dalam kasus syiah juga sama, kata Luthfi, yaitu ketika mereka merumuskan ideologi mereka. Mereka mengatakan bahwa ketika Rasulullah wafat, para sahabat memilih untuk meninggalkan Nabi untuk merundingkan khalifah, sedangkan Nabi diurus oleh keluarganya, Ali, Fatimah, dan lain-lain. Di sini syiah mengafirkan para sahabat Nabi karena meninggalkan jenazah Nabi.

“Padahal dalam keyakinan Sunni, seorang yang telah wafat dan diurusi oleh sekelompok muslim itu sudah cukup karena hal itu merupakan wajib kifayah. Nah ini, syiah mengafirkan dalam hal itu,” papar Luthfi dihadapan para peserta seminar yang memadati ruangan.

Menurut Luthfi, itulah salah satu penyebab gejolak panjang di Timur Tengah. Sebab itu dia menyoroti kasus sektarisnisme yang selalu menjadi alasan perang dan konflik. “Dulu yang bisa menyulut adalah Arab melawan Persia. Sekarang judul itu tidak lagi, dibuatlah judul baru Sunni-Syiah. Akhirnya, Sunni-Syiah perang, antar-Sunni juga perang yang tidak termasuk mereka juga ikut perang. Jadi kondisinya sangat kacau,” tuturnya.

Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan bertajuk ‘Peran Ulama dalam Meredam Krisis Politik dan Ideologi di Timur Tengah’ ini diantaranya, Ketua Persatuan Ulama Suriah Prof Dr Taufiq Ramadhan al-Buthi, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi, dan Duta Besar LBBP Indonesia untuk Suriah Djoko Harjanto, serta Ketua Al-Syami Fathir Hambali dan Sekretaris M Najih Arromadloni. (Fathoni)