Nasional

Kunjungi PBNU, Dubes Kosta Rika Ungkap Ketertarikan dengan Islam Indonesia

Rab, 12 Oktober 2022 | 12:00 WIB

Kunjungi PBNU, Dubes Kosta Rika Ungkap Ketertarikan dengan Islam Indonesia

Duta Besar Kosta Rika untuk Indonesia Esteban Quirós Salazar mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (12/10/2022). (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online

Duta Besar Kosta Rika untuk Indonesia Esteban Quirós Salazar mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (12/10/2022) pukul 10.00 WIB. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menerimanya secara langsung didampingi Ketua PBNU H Amin Said Husni dan Wakil Sekretaris Jenderal PBNU M. Najib Azca.


Dalam kesempatan tersebut, Esteban tertarik dengan Islam Indonesia. Ia pun menanyakan mengenai program khusus atau fasilitasi agar Islam ala Indonesia, khususnya Islam yang didakwahkan oleh NU bisa dikenalkan kepada masyarakat Kosta Rika.


“Secara spesifik, kita bicara kerja sama apa yang kita bisa lakukan untuk proses perdamaian dunia ini dan harmoni di antara kedua masyarakat (Indonesia dan Kosta Rika). Kita diskusi dengan baik. Gus Yahya memberikan saya banyak informasi mengenai segala hal dan objektif organisasi. Kita bakal bekerja sama. Kita senang mengetahui apa yang bakal kita lakukan bersama ke depan,” ujarnya.


Menyambut hal itu, Gus Yahya sangat siap untuk bekerja sama lebih jauh. Esteban juga mengajaknya untuk dapat datang berkunjung ke Kosta Rika dalam rangka memberikan pemahaman mengenai pentingnya perdamaian dan hidup dengan penuh harmoni.


“Saya sangat senang dan bangga bisa bertemu dengan Gus Yahya dan koleganya. Ini kesempatan baik bagi Kosta Rika untuk mengetahui lebih jauh mengenai NU. Kita berbagi nilai-nilai Indonesia sebagai negara dan HAM untuk mempromosikan perdamaian, dan tentu demokrasi,” kata Esteban yang mengaku baru berusia 44 tahun itu.


Ketertarikan Esteban atas Islam Indonesia setelah mendengar penjelasan Gus Yahya. Ia menyimak betul dan menanyakan berbagai hal mengenai NU dan Islam di Indonesia. Dalam menjawab pertanyaan itu, Gus Yahya menjelaskan bahwa sedikitnya, ada 59,2 persen Muslim Indonesia mengaku sebagai NU. Adalah Muslim itu sendiri yang mengidentifikasikannya sebagai anggota NU.


“Keterikatan mereka dengan NU itu lebih pada karena faktor keagamaan dan budaya ketimbang keorganisasian,” ujar Gus Yahya.


Gus Yahya menjelaskan, bahwa warga NU ini merepresenasikan realits Islam dalam sebuah konteks budaya yang khas sehingga membuat citarasa Islam itu berbeda dengan belahan dunia lain.

 

Satu hal yang sangat penting, menurutnya, adalah konteks budaya masyarakat Indonesia yang sangat luas dan bersejarah panjang ini menciptakan masyarakat asli dengan penuh perbedaan. Paling tidak, ada 300 suku, 700 bahasa, dan banyak agama melatarbelakangi perbedaan warga Indonesia.


“Itu pengalaman kami yang memberikan realitas budaya toleransi yang asli,” ujar kiai kelahiran Rembang, 56 tahun yang lalu itu.


Karenanya, Islam di Indonesia ini tumbuh dalam sebuah wilayah lingkungan budaya. NU tampil sebagai organisasi yang meletakkan dasar budaya yang sudah ada sejak lama. “Budaya Islam berkembang di sini lebih toleran dan harmoni. Sangat berbeda dengan apa yang Anda lihat di Timur Tengah. Konflik militer dengan komunitas Muslim, beda kelompok, Anda tidak melihatnya di sini,” katanya.


Tak pelak, mendengar penjelasan yang demikian itu, Dubes Kosta Rika sangat tertarik dengan Islam Indonesia yang begitu menyatu dengan budaya sehingga tampil dengan toleran dan penuh harmoni.


“Kosta Rika sangat berkepentingan membangun budaya perdamaian di dalam masyarakat dan mempromosikan perdamaian secara internasional supaya tidak ada lagi satu negara dengan yang lain saling mengancam secara militer. Dan beliau menyatakan ketertarikan kepentingan untuk bekerja sama dengan NU di dalam kerangka itu,” katanya.


“Kita siap membantu dengan segala yang kita bisa sediakan untuk mempererat dan menjalin hubungan dengan Kosta Rika,” pungkas Gus Yahya.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad