Nasional

Lima Model Landasan Keberhasilan Islam Nusantara

NU Online  ·  Jumat, 1 Maret 2019 | 23:00 WIB

Banjar, NU Online
Pertarungan ideologi di Indonesia relatif lebih berhasil jika dibandingkan dengan yang terjadi di Mesir. Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad, menyampaikan lima modal yang menjadi alasan mengenai keberhasilan Indonesia.

"Pertama adalah karena proses Islamisasi di nusantara yang dilakukan dengan cara damai," katanya dalam diskusi bedah buku Islamisme di Era Transisi: Indonesia dan Mesir karya Imdadun Rahmat, di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, pada Kamis (28/2) petang.

Modal kedua, menurut Rumadi, karena proses Islamisasi damai itulah kemudian membentuk karakter masyarakat yang dirumuskan NU sebagai masyarakat yang tawasuth, tawazun, dan tasamuh.

"Sehingga dari modal kedua itulah, kita punya modal ketiga yakni berhasil mendamaikan antara Islam dan kebangsaan, meskipun tidak tuntas hingga seratus persen. Ini menjadi modal sosial yang cukup baik," jelas Rumadi.

Keempat, di dalam proses Islamisasi damai itu, Indonesia termasuk berhasil mendamaikan antara Islam dan kebudayaan.

"Atau relatif bisa untuk mengemas dan menjadikan Islam dan budaya itu menjadi satu kesatuan yang tidak saling menegaskan. Itu akibat dari proses Islamisasi tadi," katanya.

Keima, karena adanya organisasi-organisasi sosial keagamaan yang menjadi penopang dari pengalaman pertarungan ideologi di negeri ini.

"Ada NU, Muhammadiyah, Perti, dan Al-Irsyad. Itu adalah organisasi yang menopang proses Islamisasi damai, Islam dan kebudayaan, dan penopang menyatunya ideologi kebangsaan," jelas Rumadi.

Kelima modal tersebut tidak dimiliki oleh negara seperti Mesir. Rumadi mengungkapkan bahwa Indonesia beruntung karena punya lima modal keberhasilan dalam pertarungan ideologi.

"Itulah pengalaman Islam Nusantara. Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang Islam Nusantara, maka sebutkan saja lima hal itu," kata Rumadi.

Menurutnya, itulah esensi dari pengalaman Islam Nusantara yang bisa mengatasi konflik ideologi. (Aru Elgete/Kendi Setiawan)