Nasional

Masih di Bawah Ufuk, LF PBNU Persilakan Perukyah Observasi Hilal untuk Pembelajaran

Sab, 27 Agustus 2022 | 12:15 WIB

Masih di Bawah Ufuk, LF PBNU Persilakan Perukyah Observasi Hilal untuk Pembelajaran

Kegiatan rukyatul hilal di Ponorogo, Jawa Timur (Foto: NU Online Jatim/ Husnul Khotimah)

Jakarta, NU Online 
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mempersilakan perukyah NU untuk mengobservasi hilal awal Shafar 1444 H. Hal ini disampaikan melalui Surat Penjelasan Rukyah Shafar 1444 H Nomor 026/LF–PBNU/VIII/2022. Surat ini dikeluarkan oleh Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa dan Sekretaris H Asmui Mansur pada Sabtu (27/8/2022).


"Lembaga Falakiyah PBNU mempersilahkan kepada para perukyah untuk melaksanakan
rukyah hilal pada dua kesempatan berturut–turut, yaitu pada Sabtu dan Ahad, khususnya untuk pendidikan dan pelatihan ilmu falak," demikian bunyi surat tersebut.


Pasalnya, data hisab akhir Muharram 1444 H menunjukkan bahwa hilal masih berada di bawah ufuk, yakni tepatnya –1 derajat 04 menit 10 detik dengan markaz Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, koordinat 6º 11’ 25” LS dan 106º 50’ 50” BT. Sementara konjungsi atau ijtimak bulan terjadi pada Sabtu Kliwon, 27 Agustus 2022 pukul 15:18:34 WIB.


Data hisab di atas telah dihitung dengan metode perhitungan ilmu falak terhadap hilal dengan menggunakan sistem hisab jama’i (tahqiqy tadqiky ashri kontemporer) khas Nahdlatul Ulama. Perhitungan ditujukan untuk Sabtu Kliwon 29 Muharram 1444 H.


Berdasarkan hisab yang sama maka diketahui parameter hilal terkecil terjadi di Kota Merauke Provinsi Papua dengan tinggi hilal –1 derajat 56 menit. Sementara parameter hilal terbesar terjadi di Kota Lhoknga, Provinsi Aceh dengan tinggi hilal -0 derajat 04 menit.


Dari data tersebut, dapat diketahui, bahwa hilal awal bulan Safar 1444 H ini belum memenuhi kriteria Imkanurrukyah (kemungkinan hilal dapat terlihat) yang ditetapkan Menteri-menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS), yakni tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Sementara waktu konjungsi atau ijtimak juga kurang dari 15 jam dari waktu terbenam matahari.


Dua hal itu, belum terpenuhinya imkanurrukyah dan konjungsi kurang dari 15 jam dari matahari terbenam, berarti hilal tidak mungkin dapat terlihat.


Keputusan Muktamar Ke-34 NU

Muktamar Ke-34 NU memutuskan, bahwa imkanurrukyah menjadi syarat penerimaan kesaksian rukyah. Jika sekurang–kurangnya lima metode falak qath’iy yang berbeda menetapkan bahwa hilal tidak mungkin terlihat, maka ketetapan tersebut menjadi acuan dalam menolak kesaksian rukyah.


"Pendapat ini memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam penentuan awal bulan Hijriyah," tulis penjelasan pada surat di atas.


Karenanya, jika hilal masih di bawah ufuk, rukyatul hilal tidak lagi fardu kifayah. Hal ini mengingat hilal tidak mungkin terlihat.


"Ketika menurut ilmu falak ternyata hilal berada di bawah ufuk, sesuai jawaban pada butir (1) di atas maka rukyah tidak lagi fardu kifayah atau sunnah. Sebab tujuan rukyah untuk memastikan terlihatnya hilal, sedangkan hilal menurut hisab tidak mungkin terlihat," lanjut poin kedua penjelasan pada surat tersebut.


Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasan di atas, maka ketika menurut ilmu falak hilal di atas ufuk dan dipastikan terlihat tetapi tidak seorangpun yang menyaksikan hilal dan ketika bulan berjalan digenapkan (ikmāl) akan mengakibatkan bulan berikutnya berumur hanya 28 hari, maka ilmu falak dapat digunakan acuan dalam menafikan ikmal.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul Arifin