Nasional

Kisah Mbah Muchit Muzadi dan Kekuatan Membacanya

Jum, 30 September 2016 | 05:03 WIB

Kisah Mbah Muchit Muzadi dan Kekuatan Membacanya

KH Abdul Muchit Muzadi (alm).

Jember, NU Online
Jika dihitung mundur, hari ini genap 1 tahun wafatnya KH. Abdul Muchit Muzadi. Meski telah pergi, namun banyak kenangan yang layak menjadi uswah atau teladan bagi kehidupan generasi muda. Salah satunya adalah rutinitas beliau dalam mengikuti perkembangan nasional melalui media massa. 

Kendati sudah cukup sepuh dan kondisi fisiknya sudah kurang fit, Mbah Muchit masih rajin membaca koran, majalah dan sebagainya. Beliau memang langganan 1 koran nasional (Jawa Pos) dan beberapa majalah, termasuk AULA milik PWNU Jawa Timur. Bahkan beberapa kali NU Online sowan ke kediamannya, Mbah Muchit baru saja selesai membaca koran. 

“Abah memang hampir tak pernah absen membaca koran,” ucap putrinya, Ning Atiq kepada NU Online di Jember, Jumat (30/9). 

Selain itu, Mbah Muchit termasuk orang luar biasa ingatannya. Orang sesepuh beliau masih begitu lancar ketika ditanya soal sejarah dan lika-liku NU jaman dulu. Termasuk peristiwa-peristiwa politik yang bersinggungan dengan NU, begitu lancar beliau menjelaskannya secara detail. Apalagi soal sejarah perjuangan KH. Hasyim Asy’ari, mengenai santri-santrinya, bahkan beliau hafal betul soal silsilah gurunya, KH. Hasyim Asy’ari. Lebih-lebih soal khittah NU.

Mbh Muchit juga pandai menyimpan “kenangan” NU. Kalau kita masuk ke kamar tidurnya, di dinding temboknya yang putih itu masih digantung sekian eblek yang beliau pakai saat mengikuti acara-acara besar NU di tahun-tahun lawas, baik di Jawa maupun luar Jawa.

Sebagai tokoh nasional, Mbah Muchit sering dikunjungi para pejabat maupun tokoh politik, mulai dari yang sekadar sowan hingga yang punya kepentingan politik, misalnya minta dukungan untuk kontestasi Pemilukada dan sebagainya. 

Namun Mbah Muchith tak pernah ambil pusing dengan keinginan sang tamu, tapi tetap lemah lembut dan arif menyikapinya. Kalaupun beliau mendukung, paling banter hanya sebatas memberi saran, tapi tak pernah terlibat dalam aksi mendukung secara vulgar, misalnya kampanye.

Kearifan Mbah Muchit juga bisa dilihat saat riuhnnya masyarakat yang mempersoalkan ucapan dan tingkah nyleneh Gus Dur. Beliau sering bilang, “Gus Dur itu bukan malaikat yang selalu benar, tapi juga bukan setan yang selalu salah”. (Aryudi A. Razaq/Fathoni)