Nasional

Medsos, Pintu Masuk Tanamkan Islam Wasathiyah untuk Milenial

Jum, 30 April 2021 | 01:30 WIB

Medsos, Pintu Masuk Tanamkan Islam Wasathiyah untuk Milenial

Ilustrasi media sosial (medsos) yang digandrungi kaum milenial. (Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Publik dikejutkan dengan fakta bahwa tersangka terorisme masih berusia muda. Dua peristiwa terorisme yang paling baru, yakni pengeboman di Gereja di Makassar dan penyerangan Mabes Polri, dilakukan oleh anak muda berusia 26 dan 25 tahun.


Direktur Said Aqil Siraj (SAS) Institute HM Imdadun Rahmat mengatakan, hal ini memperkuat klaim bahwa pelaku teror mulai bergeser dari dulunya identik usia dewasa, kini berubah menjadi usia muda. Perubahan ini tentu mengkhawatirkan.


"Saat ini makin dibutuhkan penguatan ketahanan anti-radikalisme di kalangan anak muda. Ia menyebut ada dua hal yang perlu dilakukan," ujarnya kepada NU Online, Kamis pekan lalu.


"Pertama, penguatan pandangan yang moderat atau wasathiyah di kalangan milenial. Kedua adalah bagaimana pandangan moderat ini bisa menjangkau kalangan milenial," kata Imdad.


Agar pesan wasathiyah dapat sampai pada kelompok millenial, Imdad menekankan pentingnya menyesuaikan pesan wasathiyah dengan target sasaran.


“Tentunya memang perlu disesuaikan dengan target grupnya. Nah, ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kaum akademisi dan para tokoh agama untuk membahasakan gagasan-gagasan ini yang mudah dicerna oleh kaum milenial,” tuturnya.


Langkahnya, lanjut Imdad, dengan membuat material kampanye yang terkait dengan hal umum di sekitar kalangan milenial seperti pentingnya hidup bersama, pentingnya menjaga kehidupan yang damai bagi hidup bersama sebagai bangsa maupun sesama umat manusia.


"Pesan ini dibuat dalam format yang padat dan menarik. Pesan yang singkat dan pendek seperti dengan penyebaran flyer-flyer atau video-video pendek,” paparnya.


Kemudian, kata Imdad, diperlukan pula konten keagamaan yang lebih untuk kalangan milenial yang mencari dalil-dalil dan argumentasi.


“Konten kedua ini lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan konten pertama tadi. Dalam hal ini memang peran para ustadz, para tokoh agama, para intelektual untuk menyediakan konten-konten yang berisi argumen, hujjah, dan dalil-dalilnya," terangnya.


"Jadi sudah harus menghadirkan dalil-dalilnya yang memberikan landasan bagi kebenaran Islam moderat, Islam wasathiyah. Itu untuk yang level menengah,” sambung Imdad.


Lalu, langkah untuk level yang lebih tinggi atau ketiga, yaitu kerja para intelektual yang benar-benar yaitu berupa penerbitan buku yang mengupas pentingnya moderasi agama dari berbagai tinjauan, baik dari sisi sosial, psikologi, ekonomi, politik, kebudayaan maupun peradaban Islam.


"Karena peradaban kebudayaan dan peradaban Islam itu hanya bisa dibangun dengan pendekatan keagamaan wasathiyah dan moderat," tandas Imdad.


Tiga tahap pendekatan demikian, menurut Imdad, harus disesuaikan dengan kelompok sasaran dan juga dengan mempertimbangkan platform media sosial yang dekat dengan kalangan muda di wilayah target sasaran. 


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Musthofa Asrori