Nasional

Melukis, Ayat Ketidaksempurnaan Manusia

NU Online  ·  Senin, 30 September 2013 | 11:00 WIB

Bandung, NU Online 
Karya-karya lukis KH A. Mustofa Bisri (Wakil Rais Aam PBNU), D. Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Jeihan Sukmantoro, dan Sapardi Djoko Damono sedang dipamerkan di Jeihan Institute, Jalan Padasuka, Bandung, Jawa Barat. 
<>
Menurut budayawan Mohamad Sobary, melukis adalah kesadaran bahwa karya seni adalah tiriuan buruk dari alam yang terbentang. Menggambarkan manusia dengan tidak sempurna, tidak pernah punya kesempurnaan . “Dahsyat, itu perjalanan tauhid,” ungkapnya di Jeihan Institute, Sabtu (28/9) sore.

Ia menambahkan, ketika pelukis sampai kretivitas tingkat tinggisekalipun; getaran-getaran sensitivitas di dalam seni, apa yang digambar, tidak akan pernah menyerupai. Tidak akan pernah setingkat dengan apa yang digambar. “Menggambar rumah, apa sama dengan rumah? Apalagi menggambar langit,” tambahnya pria yang akrab disapa Kang Sobary.

“Melukis itu adalah proses ketidaksempurnaan kita. Kita ini kecil. Jadi, alangkah mulianya melukis; akan membuat sang pelukis sampai kepada kekerdilannya ketidakberartiannya, dan sampai hanya Allah yang ada.”

Dari 5 pelukis itu, 3 di antaranya adalah kalangan pesantren. Menurut Kang Sobary, itu tidak aneh. KH Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU 1984-19990 malah selera seninya tinggi. Bahkan pernah jadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta.

Selain memamerkan lukisan, kelima orang itu juga memamerkan puisi. Pameran bertajuk Rukun Lima itu dibuka Sabtu (28/9) dan akan berakhir Sabtu (5/10). (Abdullah Alawi)