Nasional

Menabung Haji dengan Jalan Kaki Sambil Baca Talbiyah

NU Online  ·  Ahad, 11 September 2016 | 20:04 WIB

Jakarta, NU Online
Sebagaimana umumnya umat Islam di belahan mana pun, menggenapkan rukan Islam dengan berhaji adalah salah satu cita-cita dalam hidup. Banyak kisah dan jalan orang yang pergi haji. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dalam sebuah forum di Bandung pada tahun 1990-an, pernah menceritakan seorang ibu yang menabung  sampai 20 tahun, untuk berhaji.

Cita-cita berhaji juga menjadi bagian dari hidup Hj Masykuroh (50 tahun). Sebagaimana diceritakan suaminya, Ketua PBNU KH Abdul Manan A Ghani, Hj Masykuroh mulai menabung pada tahun 1999.

“Saya pernah berhaji, tapi istri saya belum, waktu itu,” kata Kiai Manan Kamis (8/9).

Karena tidak cukup uang kontan, Kiai Manan menganjurkan untuk menabung. Istrinya pun melakukan itu.

Kiai Manan menganjurkan untuk menabung di sebuah bank. Jaraknya sekitar 1 km. Ia menganjurkan tiap kali menabung harus ditempuh dengan jalan kaki. Istrinya mengikuti saran tersebut.

“Dan saya menganjurkan sambil jalan kaki membaca kalimat talbiyah,” katanya.

Bacaan talbiyah tersebut adalah, “Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbarika, innal hamda wan-ni’mata laka wal-mulka laa syariika laka”.

Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku dating memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Menurut Kiai Manan, kalimat tersebut dibacakan sejak berangkat dari rumah, di perjalanan, antre di bank, sampai kembali lagi ke rumah. Hal itu terus dilakukan istrinya. Nominal menabungnya tidak tentu, sesuai uang tersedia.

Alhamdulillah pada tahun 2002, Masykuroh akhirnya bisa berhaji. Tadinya dia menduga uang itu hanya cukup untuk sendirian. Tapi ternyata lebih dari cukup.

Menurut pengakuan Kiai Manan, tabungan istrinya itu ternyata cukup untuk berdua. Padahal ia sudah merelakan istrinya pergi sendirian. “Karena istri saya tidak mau sendirian, akhirnya berangkat berdua sehingga saya kembali berhaji,” kenangnya. (Abdullah Alawi)