Nasional

Meneladani Mbah Wongso, Komandan Banser yang Pulang di Malam Takbir

NU Online  ·  Sabtu, 2 September 2017 | 23:05 WIB

Jakarta, NU Online
Kamis 31 Agustus 2017, gema takbir mengagungkan asma Allah berkumandang dari masjid dan mushalla selepas magrib sehubungan Jumat 1 September 2017 adalah Hari Raya Idul Adha 1438 H. Tapi selepas pukul 21.45  WIB, Kasatkornas Banser H Alfa Isnaeini beserta jajaran dan kader inti Pemuda Ansor di penjuru tanah air dikerubuti duka.

Dari Ngasem, Gunungpring, Muntilan, Kabupaten Magelang, tersiar kabar mantan Kasatkornas Banser Muhammad Asrofudin Budianto yang karib dipanggil Mbah Wongso telah pulang ke haribaan Ilahi.

"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kami sangat kaget mendengar kabar tersebut," ujar H Alfa di Jakarta, Sabtu (2/9).

Pada 26 Agustus 2017, rombongan Satkornas Banser berkunjung ke rumah Mbah Wongso guna menjenguk sekaligus memastikan kabar sakitnya yang bersangkutan.

"Kami disambut Mbak Endang dan Mas Lintang, istri dan anak pertama sahabat Asrofudin yang sengaja pulang dari mondok di Kediri, Jawa Timur mendengar kondisi kesehatan ayahnya yang menurun," ujar Kasatkornas Banser itu lagi.

Saat itu, sembari memegang kaki Mbah Wongso, H Alfa yang ditemani Kasatsus Banser Siaga Bencana Chabibullah dan sejumlah personel asisten Satkornas Banser menyaksikan ketekunan Mbak Endang almarhum merawat suaminya.

"Jadi, kami seluruh jajaran Satkornas bahkan Banser se-Indonesia merasa kehilangan Mbah Wongso," ujar Alfa lagi.

Kasatkornas Banser berkumis tebal kelahiran Tulung Agung itu meminta kader Banser untuk meneladani Mbah Wongso.

"Sahabat dan senior kita tersebut sebelum wafat mengingatkan jika sejarah Banser sangat panjang. Dari sebelum kemerdekaan sampai tahun 45 memiliki karakter pergerakan untuk memerdekaan bangsa Indonesia. Kemudian tahun 45 sampai tahun 60-an memiliki watak mempertahankan NKRI dari ancaman dan rongrongan berbagai pihak," papar Alfa.

Sejak 24 April 1962, ujar Alfa mengenang cerita Mbah  Wongso, Komandan Banser Nasional pertama KH Yusuf Hasyim (Gus Yus) bersama kader  berjuang mempertahan NKRI dari kudeta PKI bersama para pimpinan GP Ansor, TNI, dan kelompok lain.

Mbah Wongso dipercaya sebagai Komandan Banser Nasional 1997 hingga 2000.

"Mbah Wongso mampu menggabungkan karakter dasar Banser  yang harus disiplin, berkemampuan bela negara, kemudian bercirikan kerakyatan dengan pemahaman akidah Islam yang dianut oleh Banser, yaitu Islam Aswaja menjadi kurikulum pendidikan dan latihan dasar Banser," kata Kasatkornas lagi.

Hal itu, ujar Alfa menambahkan, menunjukkan jika Mbah Wongso mampu meletakkan kerangka berbanser yang benar dan terdokumentasikan secara administrasi.

"Sehingga muncul istilah, Banser adalah kader inti GP Ansor yang berwatak kerakyatan sebagai perintis, penggerak, pengemban sekaligus penjaga program-program GP Ansor," ujar Alfa pula.

Sebagai Komandan Banser Nasional, Mbah Wongso juga teladan bagi pasukan dan orang di sekelilingnya. Misalnya, selalu menanamkan  kedalaman niat berbanser.

Mbah Wongso sering mengatakan, Banser tidak digaji dan tidak ada yang menggaji, pakaian beli sendiri.

"Untuk itu niatkanlah berbanser sebagai benteng ulama sekaligus menjaga NKRI sehingga ketika Banser membentengi ulama dapat dimaknai membentengi ajaran ulama dan kiai, khususnya ajaran para kiai Nahdlatul Ulama," ujar Alfa lagi.

Selanjutnya ketika Banser menjaga NKRI, itu semua juga diniatkan dalam menjaga warisan para kiai karena sesungguhnya NKRI berdiri itu juga atas jasa para kiai.

Doktrin ini diajakrkan pula oleh Mbah Wongso dengan keteladanan, yakni selalu menghormati sekaligus takzim kepada para kiai dengan kesederhanaan yang melekat pada karakternya. Niat sebagai komitmen dan selalu menjaganya dengan kesederhanaan itu, setidaknya juga menjadi keteladanan yang dicontohkan kepada para anggota Banser di tengah hiruk pikuknya reformasi.

"Selamat Jalan Mbah Wongso, sàhabat Asrofudin, semoga husnul khatimah. Keteladananmu layak untuk diteruskan," demikian H Alfa Isnaeini. (Gatot Arifianto/Alhafiz K)