Nasional ANJANGSANA ISLAM NUSANTARA

Menelusuri Sanad Keilmuan Islam Nusantara dari KH Taufiq Pekalongan

Sel, 24 Januari 2017 | 09:30 WIB

Menelusuri Sanad Keilmuan Islam Nusantara dari KH Taufiq Pekalongan

Pesantren At-Taufiqy asuhan KH Tauifq.

Pekalongan, NU Online 
Tim Anjangsana Islama Pascasarjana STAINU Jakarta tiba di kediaman ulama kharismatik asal Pekalongan KH Taufiq, Selasa (24/1) siang di Pondok Pesantren At-Taufiqy Rowokembu, Wonopringgo, Pekalongan, Jawa Tengah.

Rombongan Anjangsana tiba tepat ketika Kiai Taufiq mengadakan pengajian rutin hari Selasa untuk para ibu atau perempuan. Rombongan menelusuri jalan menuju Pesantren At-Taufiqy yang dipenuhi oleh ribuan ibu-ibu dalam posisi ndeprok membaca sholawat.

Setiap mengadakan pengajian, jamaah Kiai Taufiq memang selalu meluber hingga ke ujung jalan raya. Mereka menggelar berbagai jenis alas mulai dari koran, plastik, dan tikar mengisi halaman-halaman rumah penduduk.

Setelah pengajian selesai, rombongan Anjangsana menuju ruang penerimaan tamu di depan asrama putra Pesantren At-Taufiqy. Usai berbincang-bincang sejenak dengan pengurus pesantren, rombongan ditemui langsung oleh Kiai Taufiq. 

Usai mencium tangan Kiai Taufiq, rombongan memulai diskusi dan menyimak dengan khusyu ujaran-ujaran kiai yang dinilai mempunyai banyak karomah oleh masyarakat ini.

Guru Kiai Taufiq

Kiai Taufiq berguru ke Syekh Masduqi Lasem. Syekh Masduqi sendiri murid dari Syekh Umar Hamdan Al-Mahrasi al-Makki, Syekh Abbas al-Maliki al-Makki, Syekh Muhammad Ali bin Husein Al-Maliki Al-Makki, dan Syekh Al-Baqir.

Kiai Taufiq memberikan penjelasan Bahwa dahulu Gus Dur pernah menulis di Majalah Tempo sekiar tahun 1980-an tentang karomah dan keilmuan Islam Nusantara Syekh Yasin Al-Fadany dan Syekh Maduqie, baik pemikiran, karya manuskrip, hingga pengabdian tak terhingga untuk umat.

Syekh Masduqi mendapat gelar Asy-Syekh dikarenakan termasuk salah satu Ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram. Waktu itu sebutan Syekh dimiliki oleh 3 orang Ulama, yaitu Syekh Masduqi Al-Lasimy, Syekh Mahfudz Termas (kakak kandung Syekh Dimyati) dan Syekh Yasin Al-Fadany.

Di antara murid-murid Syekh Masduqi yaitu KH Ishomuddin (Pati), KH Salim (Madura), KH Mahrus Ali (Liriboyo, Kediri), KH Zayadi (Probolinggo), KH Abdullah Faqih (Langitan), KH Miftahul Akhyar (Surabaya), KH Jazim Nur (Pasuruan), KH Nur Rohmat (Pati), KH Zuhdi Hariri (Pekalongan), KH Taufiq (Pekalongan), KH Abdul Ghoni (Cirebon), KH Nur Rohmat (Pati), KH Abdul Mu’thi (Magelang) KH Abdulloh Schal (Bangkalan, Madura), KH Mashduqi (Cirebon) KH Makhtum (Cirebon), dan KH Syaerozi (Cirebon).

Mursyid Thariqah

Kiai Taufiq pernah mondok ke Krapyak. Sempat kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Walau berhasil lulus, Kiai Taufiq tidak pernah mengambil ijazahnya. Dia membantu Mbah Ali Maksum di pondok. 

Saat ini, Kiai Taufiq dikenal sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah. Syekh Nadzim Al-Haqqoni dan Syekh Hisyam Kabbani selalu mengarahkan ke Kiai Taufiq atas siapa saja yang meminta ijazah thariqah.

Terkait pendidikan di Pesantren At-Taufiqy, Kiai Taufiq konsisten dengan pendidikan salaf. Dia juga mendorong agar santri menguasai berbagai bidang keterampilan, selain selalu menjaga kebersihan dan kedisiplinan.

Saat tiba kesempatan rombongan Anjangsana menilik pesantren, Kiai Taufiq menerangkan bahwa arsitektur bangunan pondok dikreasi dan dibangun sendiri oleh santri. Mereka memanfaatkan material tradisional yangikonstruksi secara menarik, unik, dan bersih. (Fathoni)