Nasional

Menyaksikan Tradisi Khataman Kitab Kuning di Mimika

NU Online  ·  Rabu, 29 Mei 2019 | 02:00 WIB

Menyaksikan Tradisi Khataman Kitab Kuning di Mimika

Penutupan kajian kitab Al-Fiqh Al-Akbar di Mimika.

Mimika, NU Online
Ramadhan adalah bulan berkah, bulan panen, bulan suci. Di lingkungan Nahdlatul Ulama, untuk mengisi Ramadhan biasanya diadakan ngaji kilatan, atau ngaji Pasan dengan membaca dan mengkhatamkan kitab kitab kuning. 

Kegiatan serupa juga dapat disaksikan di masjid Al-Fatah SP3 Kampung Karang Senang, Kuala Kencana, Kabupaten Mimika, Papua. Tidak tanggung-tanggung, ada tiga kitab yang dibaca sekaligus dikhatamkan, yaitu, Al-Fiqh Al-Akbar karya Imam Abu Hanifah, Tafsir Jalalain, dan Audhohul Bayaan karya Rais Akbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH M Hasyim Asy'ari.

Dan pada Selasa (28/5) diadakan penutupan dan ijazahan Kitab Al-Fiqh Al-Akbar karya Imam Abu Hanifah yang dikaji mulai awal Ramadhan setiap usai shalat Subuh di Masjid Al Fattah SP.3, dan dibaca ulang dari awal sampai akhir bakda tarawih. 

"Ini merupakan kitab yang paling tua yang membahas tentang akidah Ahlussunnah wal Jamaah dalam sejarah peradaban Islam yang ditulis oleh Al-Imām Abu Hanīfah RA yang lahir tahun 80 H dan wafat 150 H," terang Ustadz Mursyid Adi Saputra, pemegang sanad kitab ini. 

"Alhamdulillah, saya belajar kepada guru-guru sepuh. Guru kitab Al-Fiqh Al-Akbar ini umurnya 70-an tahun, bernama Syaikh Ahmad bin Abdurrazzaq Ali Thaha Al Husaini dari Lebanon," jelas Pengasuh Pesantren Ulumul Qur'an Hasyim Muzadi, Karang Senang,  Mimika ini. 

Selanjutnya, pemegang rangkaian sanad hingga Imam Abu Hanifah yang mencapai 25 syaikh tersebut membaca matan kitab secara penuh, semangat, dan lancar dari awal sampai akhir. Jamaah yang membawa kitab menyimak dengan khidmat, untuk yang tidak membawa cikup dengan mendengarkan.

Menurutnya, ijazah ammah ini berbeda dengan sanad. Untuk mendapatkan sanad harus menguasai isi kitab dengan izin guru. "Silakan bisa talaqqi musyafahah atau sorogan langsung dengan saya. Kalau di NU, itulah yang harus dilakukan agar mendapatkan sanad kitab,"  jelas alumni Sekolah Tinggi Kuliyyatul Qur'an Al Hikam Depok dan Zaitunah University Tunisia program santri berprestasi Kemenag ini. 

Kepada jamaah, Ustadz Mursyid juga menjelaskan bahwa seperti inilah tradisi Aswaja dan tradisi NU. "Jika tidak ada sanad, orang akan berbicara semaunya sendiri. Jika sudah menguasai seperti ini baru balighuu anni walau ayat. Bukan seperti orang zaman now yang ngajinya tidak jelas kepada siapa, mondoknya di mana, bergaya mengeluarkan fatwa tentang agama sehingga jadi sesat dan menyesatkan umat," urainya.

Hadir pada acara tersebut para sesepuh NU Karang Senang, Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Mimika, Sugiarso, Pengasuh Pesantren Darussalam Mimika Kampung Mwuare, Ustadz Hasyim Asy'ari. Juga bergabung pengajar Pesantren Ulumul Qur'an Hasyim Muzadi, Ustadz Yusuf, takmir masjid Al-Fattah, Ustadz Taufik. 

Kegiatan ditutup dengan pemotongan tumpeng oleh ketua panitia Ngaji Ramadhan, Widodo kepada sesepuh NU Karang Senang, H Syamsul. (Ibnu Nawawi)