Nasional

Merangkap di PWNU, Jajaran PBNU Diberi Waktu 6 Bulan untuk Transisi

Sab, 12 Maret 2022 | 12:00 WIB

Merangkap di PWNU, Jajaran PBNU Diberi Waktu 6 Bulan untuk Transisi

Ilustrasi logo NU. (Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) meminta jajaran pengurus harian PBNU, baik syuriyah maupun tanfidziyah, yang masih merangkap jabatan di Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) untuk menyiapkan transisi secara kelembagaan dan keorganisasian selama enam bulan ke depan.


Hal tersebut merupakan hasil keputusan rapat gabungan syuriyah dan tanfidziyah PBNU di Kampus B Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Parung, Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/3/2022).


Keputusan itu kemudian dituangkan dalam surat PBNU bernomor 219/C.I.34/03/2022 tentang Penyampaian Hasil Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU, yang diterima NU Online, pada Jumat (11/3/2022) kemarin.


“Seluruh pengurus harian syuriyah dan tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022-2027 yang masih merangkap jabatan sebagai Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama diberikan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal 9 Maret 2022 untuk menyiapkan transisi secara kelembagaan dan keorganisasian,” bunyi surat keputusan.


“Selama rentang waktu tersebut, masing-masing personel yang merangkap jabatan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama berada dalam kondisi status quo,” demikian bunyi poin pertama dari surat tersebut.


Beberapa pengurus di jajaran PBNU masa khidmat 2022-2027 memang banyak diambil dari berbagai daerah di Indonesia. Gus Yahya menyebut hal itu dibuat karena berdasarkan kebutuhan untuk melakukan banyak pekerjaan hingga menjangkau ke level cabang.


Hal itu membuat PBNU akhirnya meminta status quo dari PWNU selama enam bulan. Dalam jangka waktu itu, Gus Yahya mengizinkan para pengurus PBNU yang masih merangkap jabatan di PWNU untuk terus melangkah.


“Saya minta waktu enam bulan untuk kita persiapkan semuanya, sehingga PWNU menjadi stabil dan mempertahankan konsolidasi di dalam sistem jaringan bersama PBNU ini,” jelas Gus Yahya.


Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa keputusan rapat gabungan syuriyah dan tanfidziyah itu hanya khusus ditujukan kepada jajaran PBNU yang merangkap jabatan di PWNU, bukan rangkap jabatan sebagai kepala daerah.


“Itu keputusan rapat. Saya nggak ada urusan, itu hanya untuk ketua wilayah yang merangkap Ketua PBNU,” kata pria yang juga Wali Kota Pasuruan ini, kepada NU Online, usai rapat pada Rabu lalu.


Sebagai informasi, aturan rangkap jabatan ini termaktub dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) NU Bab XVI Pasal 51. Terdapat beberapa kriteria pengurus yang tidak dapat merangkap jabatan dengan posisi yang lain.


Ayat 1
Jabatan pengurus harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: (a) jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama dan/atau; (b) jabatan pengurus harian lembaga dan badan otonom dan/atau; (c) jabatan pengurus harian partai politik dan/atau; (d) jabatan pengurus harian organisasi yang berafiliasi kepada partai politik dan/atau; (e) jabatan pengurus harian organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.


Ayat 2
Jabatan pengurus harian lembaga Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus harian lembaga lainnya dan badan khusus pada semua tingkat kepengurusan.


Ayat 3
Jabatan ketua umum badan otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: (a) jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan badan otonom lainnya; (b) jabatan pengurus harian lembaga dan/atau badan khusus; (c) jabatan pengurus harian partai politik; (d) jabatan pengurus harian organisasi yang berafiliasi kepada partai politik.


Ayat 4
Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.


Ayat 5
Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.


Ayat 6
Apabila Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan.


Ayat 7
Apabila Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.


Ayat 8
Ketentuan mengenai rangkap jabatan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori