Nasional

Museum Sumpah Pemuda: Simbol Sejarah dan Persatuan Bangsa

Sab, 28 Oktober 2023 | 18:00 WIB

Museum Sumpah Pemuda: Simbol Sejarah dan Persatuan Bangsa

Sejumlah pengunjung tampak asyik menyaksikan artefak sejarah di Museum Sumpah Pemuda Jakarta, Sabtu (28/10/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Museum Sumpah Pemuda merupakan salah satu monumen bersejarah yang memainkan peran sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Museum yang terletak di jantung Jakarta Pusat, tepatnya di Jalan Kramat Raya No 106 Kwitang, Kecamatan Senen, ini menjadi saksi bagaimana lahirnya Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober.


Warna putih mendominasi bangunan yang sebelum menjadi museum kerap beralih fungsi mulai dari toko bunga, hotel, hingga tempat tinggal pegawai (mess) bea cukai. Meskipun begitu, museum ini tetap mempertahankan arsitektur aslinya. Hal tersebut dapat dilihat dari foto bangunan dari masa ke masa yang merupakan koleksi dari museum ini.


Museum ini didirikan pada tahun 1973 semasa pemerintahan Jakarta dipegang oleh Gubernur Ali Sadikin. Namun, jika ditarik ke belakang bangunan ini sudah ada sejak awal abad ke-20. Saat itu, dijadikan tempat tinggal oleh pelajar yang kebanyakan bersekolah di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia Belanda (STOVIA) dan Sekolah Tinggi Hukum (RHS).


“Yang ngekos di sini dulu itu mahasiswa kedokteran STOVIA, Sekolah Tinggi Hukum yang sekarang menjadi kantor Kementerian Pertahanan di Merdeka Barat. Mulai dijadikan museum itu tahun 1973 pada masa Gubernur Ali Sadikin,” ujar Eri (49) yang merupakan Tata Usaha Museum Sumpah Pemuda kepada NU Online saat ditemui di Museum Sumpah Pemuda, Sabtu (28/10/2023).


Ia menjelaskan pada awalnya bangunan ini merupakan rumah tinggal milik Sie Kong Lian. Pada 28 Oktober 2021 secara resmi ahli waris keluarga Sie Kong Lian menyerahkan gedung dan lahan Museum Sumpah Pemuda kepada negara.


Di antara mahasiswa yang pernah tinggal di sini adalah Muhammad Yamin, Amir Syarifuddin, Assaat, Ferdinand Lumban Tobing, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.


“Ini iklan rumah kos, dulu kos perbulan 250 gulden. Jadi, kosnya model seperti hotel, sehari tiga kali, fasilitas mewah pada zamannya. Mungkin sekarang jutaan yah, ini potongan koran tahun 1920-an,” ujarnya sambil menunjukkan iklan berbahasa Belanda yang tertempel pada dinding di ruangan yang didedikasikan untuk Sie Kong Lian.


Lebih lanjut, pria yang sudah bekerja sejak tahun 90-an ini mengungkapkan pengunjung Museum Sumpah Pemuda paling ramai di bulan Oktober, tepatnya mendekati momen Sumpah Pemuda. Sementera di hari biasa tidak terlalu banyak.


“Kalau koleksi kebanyakan dokumen, kalau masterpiece-nya biola Wage Rudolf (WR) Soepratman, cuma yang kita pajang replika, aslinya disimpan di brankas. Menyanyikan lagu Indonesia Raya pertama kali ya di sini,” terangnya sambil mengarahkan kami ke ruangan tempat replika biola WR Soepratman berada.


Ruangan Sumpah Pemuda
Museum Sumpah Pemuda terbagi menjadi enam ruangan, yaitu Ruang Pengenalan, Ruang Pertumbuhan Organisasi Kepemudaan, Ruang Kongres Sumpah Pemuda, Ruang Indonesia Muda, Ruang PPPI, dan Ruang Tematik. Nah, museum ini memiliki koleksi foto dan benda-benda yang berhubungan dengan sejarah Sumpah Pemuda 1928, serta kegiatan-kegiatan dalam pergerakan nasional kepemudaan Indonesia.


Di museum ini kita akan diperlihatkan timeline perjalanan Sumpah Pemuda, Sejarah Administrasi Kota Jakarta Pusat, Sejarah Gedung, dan Foto Gedung. Kemudian juga terdapat berbagai macam patung tokoh bangsa, seperti patung Tirto Adhi Soerjo terletak di pintu masuk Ruang Pertumbuhan Organisasi Kepemudaan. Ia mengenakan blangkon dan beskap sambil memegang buku, pada pintunya tertulis “Dengan bekerja sebagai redaktur koran, saya bisa menggerakan hati bangsa.”


Di museum ini juga terdapat lambang organisasi daerah saat itu. Mulai Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Sekar Roekoen, Jong Batak, dan lain sebagainya. Selain itu, juga terdapat majalah-majalah terbitan tahun 1930-an, seperti Majalah Indonesia Raya dan Majalah Indonesia Merdeka yang merupakan Majalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, Soeloeh Indonesia Muda yang merupakan majalah politik Partai Nasionalis Indonesia.


Bukan hanya itu, pada ruangan Kongres Sumpah Pemuda selain menampilkan patung-patung Muhammad Yamin, Amir Syarifuddin, dan lainnya. Pengunjung juga akan diperlihatkan tampilan audio visual mengenai jalannya Kongres Sumpah Pemuda.


Pengunjung Museum
Museum Sumpah Pemuda siang itu (28/10/2023) ramai dikunjungi oleh beraneka ragam pengunjung, mulai anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Ada yang datang seorang diri. Ada yang berdua dengan pasangan atau teman. Ada juga yang bersama anak dan istri.


Di antara mereka yang mengunjungi Museum Sumpah Pemuda siang itu ada enam sekawan dari Jakarta Selatan. Mereka adalah Dedy Akmal, Muhammad Afrizal, Muhammad Andika, Muhammad Farrel, Syabilla Putri, dan Shakila Fayruz Inaya. Kelimanya duduk di banguk kelas X sebuah sekolah swasta di Kebayoran Jakarta Selatan.


Afrizal menceritakan bahwa mereka datang ke Museum Sumpah Pemuda pertama kali. Selain mengisi akhir pekan, kedatangan mereka ke Museum Sumpah Pemuda juga guna mengerjakan tugas kelompok Sejarah.


“Ada tugas mata pelajaran Sejarah, kebetulan kelompok kami dapat Museum Sumpah Pemuda. Tepat sekali ini dengan momentum Sumpah Pemuda,” ujarnya.


Ia mengungkapkan, sudah sekitar satu jam berada di Museum Sumpah Pemuda dan banyak sekali informasi yang diperoleh berkaitan dengan Sumpah Pemuda “Tadi saya paling tertarik dengan situasi kongres, ada tampilan audio visualnya,” ungkapnya.


Salah satu dari enam sekawan tersebut yaitu Farrel, menceritakan mereka berangkat dari Jakarta Selatan sekitar jam 8 dan sampai di Jakarta Pusat sekitar pukul 10.


“Seru sekali di sini, tadi kita mendengarkan juga Indonesia Raya dari berbagai versi, ada yang keroncong,” pungkasnya.