Nasional

Muslimat NU Minta Iklan Susu Kental Manis Dihentikan

NU Online  ·  Senin, 3 Desember 2018 | 09:45 WIB

Surabaya, NU Online
Pimpinan Pusat Muslimat NU dan Pimpinan Cabang Muslimat NU Surabaya merekomendasikan agar iklan susu kental manis atau SKM yang menyebutkan sebagai susu dan disajikan sebagai minuman tunggal agar dihapuskan baik di media massa maupun tayangan di televisi. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan POM  diminta tegas menindak produsen yang terus mengiklankan SKM sebagai susu.

Rekomendasi itulah yang mengemuka dalam diskusi Membangun Generasi Emas Indonesia 2045, Bijak menggunakan SKM di  SMA Khadijah, Surabaya, Ahad (2/12). Diskusi digelar Muslimat NU bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia atau YAICI.

"Iklan SKM sebagai susu sudah mengelabui kita puluhan tahun, saatnya iklan itu dihapuskan,” kata Masruroh Wahid. BPOM juga harus tegas menindak produsen yang melecehkan aturan, lanjut Ketua Pimpinan Wilayah Muslimat NU Jawa Timur ini di hadapan ratusan anggota PC Muslimat NU Surabaya.

Muslimat NU mempertanyakan mengapa hingga kini produsen terang-terangan menggiklankan SKM sebagai susu. “Padahal sudah ada aturan dari BPOM bahwa produk ini tidak cocok untuk bayi di bawah 12 tahun, bukan pengganti air susu ibu dan bukan satu-satunya sumber gizi,” sergahnya.

Kalau produsen berani beriklan tidak jujur, tidak sesuai dengan peruntukan menurut Masruroh, berarti ada yg salah dengan kebijakan.

Menanggapi hal itu, Yuli Ekowati,  ahli madya pengawas farmasi dan makanan BPOM Provinsi Jawa Timur mengatakan, adalah tugas para ibu melaporkan jika ada produsen yang tidak mengikuti aturan sehingga BPOM bisa menindak.

Ia menjelaskan, BPOM kadang tidak memaparkan kasus yang ditangani karena takut menimbulkan keresahan. "Tapi jika sudah keterlaluan BPOM akan memberitahukan secara terang-terangan," kata Yuli.
 
Menjawab pertanyaan apakah iklan SKM bisa dihentikan, Yuli balik bertanya, bagaimana cara menghapuskannya? Ibu-ibu Muslimat nyeletuk ,"MatikanTV." Dirinya pun setuju bahwa cara paling efektif adalah para ibu tidak menonton.
 
BPOM, kata Yuli, tidak punya dana untuk membuat iklan lantaran biayanya mahal. “Karena itu dibutuhkan bantuan masyarakat, khususnya ibu Muslimat NU untuk membantu menyampaikan informasi tentang SKM bukan susu kepada jamaah di wilayah masing-masing,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua YAICI,  Arif Hidayat menyatakan mengapa ibu-ibu mempersespsikan bahwa SKM adalah susu karena iklan yang dibuat produsen mengkomunikasikan sebagai susu. 
“Iklan juga memvisualisasikan keluarga bahagia, anak yang lincah dan sehat, tengah minum SKM,” katanya. Pesan yang disampaikan  pun SKM disebut minuman yang bernutrisi, bergizi dan baik untuk pertumbuhan, lanjutnya.

Menurutnya, iklan SKM sebagai susu sudah ada sejak hampir seabad silam. “Dan tertanam kuat di benak masyarakat Indonesia sebagai susu bernutrisi," ujar Arif.
 
Padahal, lanjut Arif, kandungan SKM yang diproduksi di Indonesia sangat kecil. Misalnya, protein 2,3% lebih rendah dari ketentuan BPOM 6,5 persen, dan ketentuan WHO 6,9 %. Begitupun kandungan gula lebih tinggi yakni diatas 50%, padahal WHO mensyaratkan 20 persen.
 
"Jadi kalau minum SKM, bukan minum susu, tapi minum gula rasa susu," ujar Arif.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kohar Hari Santoso menyatakan, SKM hanya cocok untuk topping bukan pengganti ASI. “Karena itu, konsumen perlu periksa kemasan. Baca label cek juga nomor izin edar atau produksi,” ungkapnya.

Menurut dia, saat ini bukan hanya gizi buruk yang sedang dihadapi di Indonesia,  melainkan gizi ganda. “Lebih banyak penyakit tidak menular daripada penyakit menular.  Penyakit tidak menular seperti diabetes,  jantung, stroke dan obesitas. Penyakit tidak menulat disebabkan karena salah pola konsumsi dan gaya hidup tidak sehat,” tegasnya.

Dirinya mengapresiasi kegiatan sosialisasi  SKM bukan susu. “Karena ini sangat penting agar masyarakat bisa teredukasi," kata Kohar.
 
Sementara itu, Erna Yulia Soefihara mengatakan PP Muslimat NU akan terus mendorong jamaah Muslimat NU untuk mensosialisaikan bijak menggunakan SKM. 

"Karena jamaah Muslimat NU kan mayoritas ibu-ibu yang memiliki peran penting dalam hal edukasi.  Minimal di dalam keluarga bisa menginformasikan masalah untuk perbaikan gizi anak dan pencegahan stunting." Tandas Ketua VII Bidang Kesehatan Sosial PP Muslimat NU ini. (Ibnu Nawawi)