Nasional

Mustasyar PBNU Kiai Zakky Mubarak Beberkan Adab Berdoa

Sel, 23 Agustus 2022 | 22:30 WIB

Mustasyar PBNU Kiai Zakky Mubarak Beberkan Adab Berdoa

Mustasyar PBNU KH Zakky Mubarak. (Foto: YouTube NU Online)

Jakarta, NU Online
Berdoa adalah perintah Allah swt. Manusia sebagai hamba-Nya tentu pernah mengalami masalah, baik kecil maupun besar. Menjalani hidup memang tak selalu mulus. Ada banyak dinamika yang harus dilalui.


Untuk mengurai berbagi macam permasalahan hidup itu, berdoa merupakan ikhtiar batin yang harus dilakukan, tentu dengan tidak meninggalkan usaha lahir.


Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zakky Mubarak membagikan cara atau adab dalam berdoa. Pertama, hati seseorang tidak mati.


“Jadi, hatinya hidup, itu penting sekali dalam berdoa,” kata Kiai Zakky dalam video berjudul Inilah Adab Berdoa yang Benar di Channel YouTube NU Online, Selasa (23/8/2022).


Ia kemudian mencontohkan tanda hati yang mati. “Misalnya, kita kehilangan saudara kita, teman kita wafat, lalu kita ikut menyalatkan. Kalau hati kita mati, kita tidak merenungi bahwa kita nanti juga akan dishalati,” tuturnya.


Ciri hati yang mati juga dijelaskan oleh Ulama Sufi, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari dalam karyanya, kitab al-Hikam. Ia menyebut di antara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas ketaatan yang engkau lewatkan dan tidak adanya perasaan menyesal atas kesalahan yang engkau lakukan.


Adab kedua, yaitu meyakini bahwa doa yang dipanjatkan akan diterima oleh Allah swt. “Kita harus yakin (diterima oleh Allah), nggak boleh ragu. itulah adab berdoa pada Allah,” ungkapnya.


Menurut Kiai Zakky, hal itu memang dianjurkan, sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad saw: 
 

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة، واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه


Artinya: Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.


10 adab berdoa
Lebih rinci, dalam artikel NU Online disebutkan bahwa terdapat 10 adab dalam berdoa. Pernyataan ini sebagaimana diterangkan Imam an-Nawawi dalam karyanya al-Adzkarul Muntakhabah min Kalami Sayyidil Abrar mengutip kitab Ihya Ulumiddin karya Imam al-Ghozali.


Pertama, kita menantikan waktu-waktu mulia seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga terakhir dalam setiap malam, dan waktu sahur.


Kedua, kita memanfaatkan kondisi-kondisi istimewa untuk berdoa seperti saat sujud, saat dua pasukan berhadap-hadapan siap tempur, ketika turun hujan, dan ketika iqamah shalat dan sesudahnya.


Ketiga, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dan mengusap wajah sesudah berdoa. Keempat, mengatur volume suara agar tidak terlalu keras tetapi juga tidak terlalu rendah.


Kelima, menghindari kalimat bersajak dalam doa karena dikhawatirkan justru melewati batas dalam berdoa. Prinsipnya tidak berlebihan dalam penggunaan kata-kata saat berdoa.


Keenam, berdoa dengan penuh ketundukkan, kekhusyukan, dan ketakutan kepada Allah swt. Ketujuh, mantap hati dalam berdoa, meyakini pengabulan doa, dan menaruh harapan besar dalam berdoa.


Sufyan bin Uyaynah mengatakan, sadar akan kondisi dirimu jangan sampai menghalangimu untuk berdoa kepada-Nya. Allah, kata Sufyan, tetap menerima permohonan Iblis yang tidak lain adalah makhluk-Nya yang paling buruk.


Kedelapan, meminta terus menerus dalam berdoa. Kesembilan, membuka doa dengan lafal zikir. Kita dianjurkan untuk membuka doa dengan pujian dan shalawat. Demikian pula ketika mengakhiri doa.


Kesepuluh, tobat, mengembalikan benda-benda kepada mereka yang teraniaya, dan ‘menghadap’ Allah swt dengan cara mematuhi segala aturan agama.


Pewarta: Syamsul Arifin
Editor: Musthofa Asrori
​​​​​