Nasional

Nasionalisme Diponegoro Terbentuk Atas Gabungan Khazanah Timur Tengah dan Kenusantaraan

Jum, 26 Juli 2019 | 20:15 WIB

Nasionalisme Diponegoro Terbentuk Atas Gabungan Khazanah Timur Tengah dan Kenusantaraan

Ilustrasi Pangeran Diponegoro (Dok. NU Online)

Jakarta, NU Online
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi menyatakan bahwa jiwa nasionalisme Dipenogero dalam melawan kolonialisme dibentuk karena bacaannya yang luas dan menggabungkan antara khazanah Arab dan kenusantaraan. 

"Pangeran Dipenogoro adalah seorang penjahit, maksud saya penjahit yang merajut serpihan-serpihan kebangsaan yang tercecer dan retak oleh ulah penjajah," kata Zastrouw saat memberikan testimoni pada Peluncuran buku 'Jejaring Ulama Diponegoro: Kolaborasi Santri dan Ksatria Membangun Islam Kebangsaan Awal Abad ke-19' karya Zainul Milal Bizawie di Auditorium 2 Gedung Perpusnas RI, Jakarta Pusat, Kamis (25/7).

Menurut Zastrouw, Diponegoro mempelajari kitab-kitab kuning klasik, seperti Al-Ghayah wat Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja, Nasihatul Mulk karya Imam Ghazali, Muharrar karya Imam Al-Fara'i, dan Lubabul Fiqih karya Al-Mahalli, dan Tajus Salatin. Selain itu, Diponegoro juga disebut Zastrouw mengkaji kitab-kitab kejawaan, yakni Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa, Joyo Lengkoro Wulang, dan Bongo Suwiryo.

"Sehingga dia bisa mempertautkan antara khazanah klasik kitab-kitab kuning warisan kebudayaan Arab, pemikiran Timur Tengah dengan khazanah kenusantaraan Indonesia, dan dia rajut menjadi suatu spirit perjuangan nasionalisme. (Diponegoro) Menyatukan ulama, ksatria, pendeta, dan seluruh lapisan masyarakat karena beliau mempunyai kapasitas untuk itu," ucap pria yang juga akademisi Unusia Jakarta ini.

Namun Zastrouw mengaku prihatin karena zamam sekarang tidak sedikit orang Indonesia yang belajar ke Timur Tengah, lalu kembali ke Indonesia menggunakan istilah-istilah Arab, seperti 'akhi, ukhti, umi, dan abi' dan mengabaikan kekayaan Indonesia.

"Kitab-kitab klasik yang menjadi khazanah nusantara yang mengajarkan kearifan, kebijaksanaan dia (Diponegoro) baca," jelasnya. 

Selain Zastrouw, hadir juga tokoh lain yang mengemukakan testimoninya, yaitu Katib Syuriyah PBNU KH Miftah Faqih, Akademisi UIN Syarif Hidayatullah M Ikhsan Tanggok, Jubir BIN Wawan Hari Purwanto, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad, Dekan Fakultas Islam Nusantara Unusia Jakarta Ahmad Suaedy, dan Direktur Islam Nucantara Center A Ginanjar Sya'ban. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)