Nasional

Ngaji NgAllah Suluk Maleman, Beragama Agar Jadi Manusia

Sen, 24 Desember 2018 | 16:30 WIB

Pati, NU Online 
Sentilan yang sederhana namun sangat mengena disampaikan KH A. Mustofa Bisri saat ikut mengisi Suluk Maleman yang digelar pada Sabtu (22/12) malam kemarin. Pria yang karib disapa Gus Mus situ menyebut seringkali manusia kurang bersyukur atas anugerah yang diberikan. Hal itulah yang terkadang juga membuat carut marut atau munculnya permasalahan.

Bagi Gus Mus, syarat orang bersyukur ialah menyadari adanya anugerah. Namun seringkali manusia tidak mensyukuri atau tidak merasa anugerah lantaran telah terlanjur biasa. Gus Mus pun mencontohkannya dengan cara menyikapi haji dan salat.

“Coba dilihat orang haji menggelar syukuran sampai dua kali sebelum berangkat dan setelah pulang. Tapi saat shalat tidak pernah menggelar syukuran. Apa karena orang merasa mendapat nikmat anugerah ketika haji tapi tidak saat shalat,” ujarnya dengan gaya khas guyonannya.

Contoh lain dikatakannya jarangnya orang yang bersyukur atas nikmat bernafas. Padahal bagi orang yang memiliki penyakit pernafasan mampu bernafas dengan baik tentu hal yang sangat berharga.

“Ada hal lain yang jarang kita sadari dan syukuri. Bahwa kita dianugerahi Gusti diciptakan menjadi manusia itu anugerah yang besar sekali. Manusia dibekali nurani dan akal pikiran yang tidak dianugerahkan pada makhluk-Nya yang lain,” terangnya.

Berbeda dengan batu dan pasir, meski sama makhluknya tapi diciptakan tidak bisa apa-apa. Kemudian tanaman meskipun bisa berpikir dan merasa namun tidak bisa mengekspresikan. Begitu pula hewan meski bisa berfikir, merasa dan mengekspresikan tapi tidak bisa sempurna.

“Kita dimuliakan Tuhan melebihi makhluk lainnya tapi tidak pernah mensyukurinya. Mensyukuri itu menjaga agar peparing anugerah tetap menjadi sesuatu yang tetap membahagiakan. Menggunakannya sebagaimana kita diinginkan menggunakan peparing itu. Tuhan telah menganugerahkan nurani dan akal pikiran,” tambahnya.

Hanya saja seringkali akal pikiran dan nurani yang tidak digunakan itulah yang diakuinya kerap menjadikan awan menjadi hitam seperti yang dipilah menjadi tema Suluk Maleman ke 84 tersebut. Banyak manusia yang hanya kelihatannya saja.

“Manusia itu kalau kedua tangannya sudah memegang sesuatu saat ditawari lagi tentu akan menolak. Berbeda dengan monyet, meski kedua tangannya sudah memegang tapi jika ditawari sesuatu dia akan menjulurkan kakinya. Nah sudah ada beberapa orang yang seperti itu. Jadi sudah agak mirip monyet,” guyonnya lagi.

Bagi Gus Mus sendiri beragama itu saat manusia tetap menjadi manusia. Seperti halnya dengan tetap bersyukur. Bahkan Gus Mus menilai Nabi Muhammad itu sebagai manusia paling manusia. Kanjeng Nabi orang yang mengerti manusia sekaligus memanusiakan manusia.

“Tapi yang terjadi sekarang banyak yang mengaku umat kanjeng nabi tapi perilakunya berlawanan. Sekarang ini banyak yang kelihatannya manusia tapi tidak manusia. Siapapun yang tidak seperti dia dianggap tidak manusia.”

Padahal tipikal yang seperti dikatakannya tidak tahu nantinya akan masuk surga atau neraka namun telah berani menghakimi orang lain. Padahal dalam beragama seharusnya mengajak bersama-sama ke surga bukan sebaliknya.

“Ada perempuan suci Rabi’ah Adawiyah. Dalam doanya dia pernah meminta agar saat mati badannya dibesarkan hingga memenuhi neraka. Hal itu dimintanya agar jangan sampai ada orang lain yang masuk ke neraka,” terangnya.

Dalam kesempatan itu Gus Mus sempat berpesan agar tidak berlebih-lebihan dalam hal apapun. Tak terkecuali dalam momentum pemilihan presiden yang akan datang ini. Dia pun mempersilakan untuk memilih capres dan cawapres manapun.

“Tidak usah diforsir habis-habisan karena nantinya akan ada momen lima tahunan berikutnya. Kalau sudah dihabiskan sekarang nanti malah tidak bisa ikut di momen lima tahunan berikutnya,” ujarnya.

Senada dengan Gus Mus, Anis Sholeh Baasyin penggagas Suluk Maleman juga menekankan pentingnya beragama dengan bergembira. Menurutnya saat bergembira maka hati akan menjadi luas.

“Begitu juga beragama seharusnya juga meluaskan hati,” imbuhnya.

Dia pun juga berharap agar persoalan pilpres tidak sampai membuat melupakan kalau masih ada masalah lain yang harus ditangani. Dia juga berharap agar masyarakat tidak sekedar mengikuti arus hingga menjadikan negara kerumunan saja.

“Siapapun presidennya yang jadi kita tetap sama, maka itu jangan sampai ribut,” tegasnya.

Candra Malik, seorang narasumber lainnya menambahkan, dalam berdakwah memang seharusnya dilakukan dengan merangkul bukan memukul. Dakwa dilakukan untuk menentramkan bukan menyeramkan serta membahagiakan bukan malah membahayakan.

“Dalam berdakwah bertujuan mengajak orang sebanyak-banyaknya untuk masuk surga. Jangan justru mendorong mereka masuk neraka,” terangnya.

Jalannya ngaji budaya itu pun semakin hangat karena selain Gus Mus dan Candra Malik turut hadir pula Prie GS dan Harjanto Halim. Ratusan peserta yang hadir pun semakin dimanjakan dengan suguhan dari Sampak Gusuran. (Red: Abdullah Alawi)