Nasional

NU Benar dalam Beragama dan Bernegara

Ahad, 25 Desember 2016 | 00:34 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj meyakinkan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) bahwa Ahlussunnah wal-Jamaah yang dianut oleh Nahdlatul Ulama adalah sebuah kebenaran.

Dalam sambutan arahannya di Pondok Pesantren Luhur Ats-Tsaqafah, Jumat (23/12), Kiai Said mengajak para peserta rakernas mengucapkan sebuah kalimat.

Nahnu ashabul haq. Al-haqqud diniy wal haqqul wathaniy. Kami pemegang kebenaran. Kebenaran agama dan kebenaran kebangsaan,” katanya kepada peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diselenggarakan Pimpinan Pusat IPPNU yang berlangsung dari Jumat-Ahad (23-25/12) tersebut.

Butuh otak yang jenius dan kecerdasan yang mumpuni untuk membangun prinsip moderat. “Kalau kita membangun prinsip wasatha itu susah, sulit. Butuh orang pinter,” ujarnya.

Imam Syafi’i (150-204 H) meletakkan dasar tawasuth fi al-syariah, yaitu menggabungkan Al-Quran dan hadis sebagai adillah naqliyah, dalil tekstual, dan ijma dan qiyas sebagai hujah aqliyyah.

Imam Abul Hasan Ali Al-Asy’ari meletakkan dasar tawasuth fil aqidah. Al-Qur’an dan hadis dijunjung tinggi, akal pun digunakannya.Produknya Imam Asy’ari adalah ilmu kalam, sifat dua puluh. Tidak ada ayat Al-Qur’an yang menunjukkan adanya Allah secara tekstual. Tetapi, Imam Asy’ari menempatkan sifat wujud itu pada pertama.

“Imam Asy’ari dengan kecerdasannya malah mengatakan sifat wujud itu nomor satu,” tandasnya.

Orang cerdas dalam akhlak adalah Imam Ghazali (450-505 H). Imam Ghazali berpendapat bahwa akhlak harus di tengah. Syariat harus dijalankan dengan baik dan hakikat harus dibangun di dalam hati. Orang yang hatinya baik tapi salatnya tidak memenuhi syariat itu cenderung zindiq. Orang yang syariatnya baik, tetapi tetap sombong, hasud, dengki itu cenderung fasiq.

Hal ini juga dilakukan Hadratussyekh KH Hasyim Asyari. Kakek Gus Dur itu melakukan terbosan dengan mengintegrasikan Islam dan nasionalisme. Islam saja tanpa nasionalisme belum bisa menyatukan umat. Nasionalisme tanpa Islam mengarah ke sekuler, nasionalisme yang kering, tanpa value dan spirit.

“Islam diperkuat dengan nasionalisme, nasionalisme berdasarkan Islam,” tandas Kiai Said mengutip Hadratussyekh.

Oleh karena itu, Kiai Said berpesan kepada rekanita IPPNU agar dalam Rakernas ini menghasilkan program yang tujuannya memperkuat sunnah dan memperkuat Republik Indonesia.

Pembukaan Rakernas ini ditandai dengan ditabuhnya rebana oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Staf Ahli Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ari Budiman, Ketua Umum PP. IPPNU Puti Hasni, dan Ketua PBNU Robikin Emhas. (Syakir Niamillah Fiza/Abdullah Alawi)