Nasional

NU Care-LAZISNU dan LAZISMU Dorong Pemerintah Perkuat Regulasi Pengelolaan Zakat

NU Online  ·  Selasa, 20 September 2016 | 10:44 WIB

Jakarta, NU Online
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (NU Care–LAZISNU) dan Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh Muhammadiyah (LAZISMU), mendukung rencana pemerintah untuk memberikan intervensi dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Hal tersebut terangkum dalam konferensi pers kedua lembaga zakat di Gedung PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (20/9) siang.

Dukungan kedua lembaga zakat disertai catatan bahwa pemerintah harus bersedia menguatkan regulasi pengelolaan zakat sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2012, pada pasal 22 dan 23. Dalam kedua pasal tersebut, status zakat di Indonesia hanya “sebagai pengurang penghasilan kena pajak“. Klausal ini menjadikan wajib pajak dan wajib zakat harus menambah beban pengeluaran jika ingin menunaikan kewajiban agama (berzakat) dan kewajiban berwarganegara (membayar pajak).

NU Care-LAZISNU dan LAZISMU menilai, keinginan pemerintah untuk menyelaraskan program pengurangan angka kemiskinan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah hal yang logis dan strategis baik dalam perspektif yuridis formal maupun ekonomi. 

Dalam perspektif yuridis formal, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mengamanahkan kepada BAZNAS untuk mengelola keuangan zakat yang diperolehnya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Maka, meski secara spesifik tidak disebutkan bahwa BAZNAS harus bersinergi program dengan pemerintah, namun tidak boleh dilupakan bahwa BAZNAS adalah lembaga milik negara. 

Oleh karenanya, lembaga ini memiliki kewajiban untuk bersama-sama pemerintah mengentaskan kemiskinan. Penyelarasan ini juga menunjukkan kehadiran negara dalam kontrol terhadap kegiatan lembaga negaranya agar sesuai dengan blue print yang telah ditetapkan.

Ada pun dalam persepktif ekonomi, potensi dana zakat di Indonesia sangatlah besar. Berdasarkan data BAZNAS, potensi zakat pada tahun 2016 saja mencapai Rp217 triliyun. Nilai potensi angka tersebut setara dengan 10,4 persen dari APBNP 2016 yang mencapai Rp. 2.082 triliyun. Namun, kenyatannya realiasi perolehan zakat di Indonesia masih jauh dari ekspektasi, karena hanya berada pada kisaran Rp. 4 triliyun, atau baru menyentuh 1,8 persen dari jumlah potensi yang ada. 

Dalam upaya peningkatkan perolehan nilai zakat di Indonesia, NU Care-Lasiznu dan Lazismu meminta pemerintah melakukan supervisi dan dukungan penuh terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Apabila pemerintah benar-benar ingin melakukan intervensi dalam pengelolaan zakat di Indonesia, hal fundamental yang harus dikuatkan adalah mengubah regulasi “zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak” menjadi “zakat sebagai pengurang pajak”. 

Dengan adanya pergantian pasal tersebut, NU Care–LASIZNU dan LAZISMU yakin akan ada perubahan secara signifikan terhadap peningkatan perolehan nilai zakat yang selama ini belum optimal. Dampak positif lainnya akan terjalin sinergitas antara pajak dan zakat, karena para wajib pajak sekaligus dapat menunaikan zakatnya tanpa harus menambah beban pengeluaran. 

Lebih dari itu, untuk meningkatkan trust (kepercayaan) masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ), semua LAZ harus bersedia melaporkan kondisi keuangan secara terbuka dan berkala, serta bersedia diaudit secara profesional. Hal ini selain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas LAZ, juga sebagai alat kontrol pemerintah dalam memastikan penyaluran dana zakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, yakni untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. (Kendi Setiawan/Fathoni)