Nasional HARI KARTINI

Nyai Awanillah Amva Jelaskan Prinsip Pernikahan dan Kedudukan Suami-Istri

Rab, 21 April 2021 | 14:35 WIB

Nyai Awanillah Amva Jelaskan Prinsip Pernikahan dan Kedudukan Suami-Istri

Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan Ciwaringin, Cirebon Nyai Awanillah Amva. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Ngaji Intensif Kitab Manba'ussa'adah seri ke-5 pada Rabu (21/4) mengangkat tema Nikah sebagai Akad Kerja Sama dan Kesalingan yang dibawakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu, Babakan Ciwaringin, Cirebon Nyai Awanillah Amva. Tema tersebut juga dalam rangka memperingati Hari Kartini sekaligus upaya menanggapi fenomena yang belakangan ramai diperbincangkan, yaitu Suara Suami adalah Suara Tuhan. 


Pernikahan dalam pandangan Nyai Awanillah Amva adalah memudahkan dan di dalamnya terkandung banyak keberkahan. Sebab, ta'rif dari pernikahan sendiri An-nikahu 'Aqdun Ibahatin Laa 'Aqdu Tamlikin bertujuan untuk ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, mengikuti sunnah Rasul, dan menghasilkan keturunan atau anak.
 

Akad dalam pernikahan disebutkan oleh Nyai Awanillah sebagai suatu perjanjian yang termaktub dalam Al-Qur'an, mitsaqon ghalizo. "Nah, akad nikah ini termasuk jenis transaksi namun berbeda dengan transaksi-transaksi lainnya, seperti akad jual beli, akad gadai, akad hibah, dan sebagainya," terang Nyai Awanillah dalam kelas intensif kitab Manba'ussa'adah, Rabu (21/4).


Dia mengemukakan dua pendapat ulama dalam akad nikah, pertama, akad ibahah (pemberian izin). Kedua, akad Tamlik (hak milik). Menurutnya, pendapat Imam Syafi'i lah yang banyak dijadikan rujukan bahwa akad nikah adalah pemberian izin bukan hak milik.


"Jadi, qaul yang masyhur ini menjadi pijakan untuk membangun kerja sama dalam kehidupan berumah tangga," ungkap Nyai Awanillah.


Perspektif ini menunjukkan bahwa fungsi dari rumah tangga adalah bekerja sama dan bukan atas dasar tukar menukar, "Sedangkan, pemberian izin tidak berarti hak bersenang-senang itu hanya dimiliki oleh satu orang, itu tidak bisa," tegasnya.


Makna pemberian izin yang sebenarnya, kata Nyai Awanillah, adalah hak mendapatkan kebahagiaan bersama-sama. "Jadi, perempuan itu miris sekali kalo sebentar-sebentar, pokoknya hidup kamu itu ada di tangan saya, gitu," katanya menambahkan. 


Nyai Awanillah mengumpamakan, ibahah dengan mengambil tamsil sederhana, misalnya, ketika seseorang berkunjung ke rumah kolega, kemudian tuan rumah menyiapkan hidangan, maka, bentuk menghormatinya adalah dengan  mengambil sesuai apa yang dibutuhkan saja. 


"Itu ibarat ibahah dalam relasi berkeluarga suami istri," tutur Ny Awanillah. 


Sedangkan, dalam hal bersenang-senang antara suami dan istri terdapat tiga hal yang tidak diperkenankan adanya, pertama, Khiyazah (Eksploitasi). Kedua, Istiqlal (Penguasaan). Ketiga, Istila (Penjarahan). Jika suami menginginkan kesenangan, maka hal yang sama pula haruslah dirasakan oleh istrinya. 


"Itu juga tidak seenaknya memperlakukan istri dengan sesuai halusinasi/fantasi suami," jelasnya. 


Kemudian, Nyai Awanillah Amva yang karib dengan panggilan Bu Awa ini pada akhir sesi mempersembahkan puisi yang berjudul Koncowingking yang berarti perempuan orang belakang. 


Berikut larik puisi Koncowingking karya Nyai Awanillah Amva:


Koncowingking


Koncowingking 

Jangan kau sebut aku koncowingking 

Karena ibuku tak mengenalkan hal demikian

Perempuan itu pendamping yang ada di samping

Perempuan itu berkiprah pada posisi yang setara

Kehadirannya bukan sebagai pelengkap atau penyempurna belaka

Karena perempuan punya tubuh dan jiwa sendiri

Disertai nafsu juga akal

Walaupun beda takar

Tapi

Bukan berarti perempuan pemilik setengah akal


Kontributor: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad