Nasional

Orang Dapat Lailatul Qadar Tak Harus Jumpai Keajaiban, Ini Penjelasannya

Sen, 8 April 2024 | 14:00 WIB

Orang Dapat Lailatul Qadar Tak Harus Jumpai Keajaiban, Ini Penjelasannya

Ilustrasi. (NU Online)

Jakarta, NU Online

Umat Islam tentu ingin sekali menjumpai Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, malam yang disebut dalam Al-Qur'an lebih baik daripada seribu bulan. Dalam sebuah hadits, Nabi memerintahkan bagi Muslim yang ingin mendapati Lailatul Qadar, hendaknya mencarinya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Lebih khusus lagi, di malam ganjil.


Ustadz Yusuf Suharto, dalam artikelnya di NU Online berjudul Apakah Orang yang Mendapatkan Lailatul Qadar Harus Menjumpai Keajaiban? menjelaskan perihal orang yang menjumpai Lailatul Qadar. 


Ia menegaskan bahwa mendapati Lailatul Qadar tidak selalu merasakan sesuatu yang tak biasa atau fenomena ajaib. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Ibn Jarir at Thabary (w. 310 H), dan Syekh Ibnul Araby (w. 543 H), sebagaimana dikutip al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany (w. 852 H). 


"Orang yang qiyam Ramadhan dan tidak merasakan sentuhan malaikat, misalnya, tetap memperoleh anugerah Lailatul Qadar, walaupun tidak sesempurna sesiapa yang merasakannya," katanya menyampaikan pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalany, dikutip NU Online, Senin (8/4/2024).


Pada umumnya, ulama berpandangan bahwa Lailatul Qadar memang memiliki ciri-ciri tersendiri yang dapat dikenali manusia.


Namun, Ustadz Yusuf Suharto menjelaskan bahwa ada sebagian yang menyebutkan bahwa tanda atau ciri itu tidak mutlak. Hal ini seperti pendapat Imam Ibn Jarir At-Thabary yang menyatakan, "Keseluruhan tanda itu bukan sesuatu yang pasti terjadi, dan untuk disebut telah berhasil mencapai Lailatul Qadar itu tidak dipersyaratkan harus melihat dan mendengar sesuatu."


Bahkan, kata dia, Imam at-Thabary menyatakan bahwa tanpa melihat tanda lailatul Qadar pun manusia yang beribadah di malam lailatul Qadar tetap memperoleh pahala keutamaan Lailatul Qadar. 


Adapun salah satu ulama yang menegaskan bahwa Lailatul Qadar memiliki tanda, seperti Syekh Fakhruddin ar-Razy seorang ulama pakar tafsir yang wafat pada 606 Hijriah. Ia menyebutkan saat Malaikat Jibril menyalami kalangan yang taat, kulit bakal merinding, hati menjadi lembut, dan air mata menetes.


Tanda yang lain disebutkan ulama seperti terlihat segala sesuatu dalam keadaan bersujud, pancaran cahaya di setiap tempat hingga pada tempat yang gelap, terdengar ada salam atau komunikasi dari malaikat, dan doa yang terkabulkan.


Ustadz Yusuf Suharto mengajak kepada setiap Muslim untuk tetap bersemangat menggapai Lailatul Qadar, merasakan tanda datangnya ataupun tidak. Cara yang dapat dilakukan seperti shalat malam, membaca Al-Qur'an, memperbanyak zikir dan berdoa. 


"Jadi, kaum Muslimin yang belum atau tidak merasakan gejala alam, tetap saja harus semangat. Pokoknya kita tetap ikuti titah Rasulullah semampunya," tuturnya.


Ia kemudian menjelaskan pendapat Kiai Ahmad Asymuni Petok Kediri (w. 1442 H) dalam kitab Tafsir al-Qadr dengan mengutip pernyataan berikut:


 ويحصُل فضلُها لِمن أحْياها وإِنْ لم يشعُر بها، ونفْيُه محمولٌ على نفْي الكمالِ، ومَن صلّى العشاءَ في جماعةٍ فقدْ أخذَ حظَّه مِنها 


Artinya, "Keutamaan Lailatul Qadar telah tergapai bagi sesiapa yang menghidupkannya, walaupun ia tidak merasakannya. Penegasian capaian itu diarahkan pada ketiadaan kesempurnaan pencapaian. Sesiapa yang shalat Isya berjamaah, maka sungguh ia telah memperoleh bagian (keutamaan) Lailatul Qadar."