Nasional

PBNU Jelaskan Aset NU yang Tak Ternilai Harganya

Sen, 29 April 2019 | 02:15 WIB

PBNU Jelaskan Aset NU yang Tak Ternilai Harganya

KH Abdul Manan A. Ghani lantik PCNU Lasem

Jakarta, NU Online 
Ketua PBNU Bidang Dakwah KH Abdul Manan A. Ghani mengatakan bahwa Nahdlatul Ulama memiliki aset organisasi yang tak ternilai harganya yaitu para ulama dan para kiai dengan ilmu dan amalnya serta pengurus dan warganya. Masing-masing memiliki hak dan kewajibannya.

“Tugas pengurus adalah mengurus menyapa umat. Pengurus tugasnya adalah mengurus, bukan jadi urusan. Ngapain jadi pengurus kalau tidak ngapa-ngapain,” katanya menceritakan apa yang disampaikannya di pelantikan PCNU Lasem, Jawa Tengah, Ahad (28/4). 

Karena itu, kata kiai asal Cirebon, dalam Surat Keputusan (SK) pengurus disebutkan masa khidmah dari tahun sekian sampai tahun sekian. Artinya khidmah adalah melayani umat, melayani jamaah dengan program jihadnya yaitu amar ma'ruf nahi munkar dan pemberdayaan.

Sementara aset para ulama dan para kiai adalah selalu menjadi teladan uswatun hasanah kepada umat dan jamaahnya sehingga amaliah Ahlussunah wal Jamaah an-nahdliyyah tetap terjaga hingga hari ini. 

Aset NU, kata dia, berikutnya adalah fikrah (pemikiran) dan amaliah yang harus dijaga yang dikembangkan dengan prinsip المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الاصلح, yaitu melestarikan sesuatu yang baik dan mengambil sesuatu yang lebih baik. 

“Pergantian pengurus memastikan adanya regenerasi dan kesinambungan fikrah amaliyah dan gerakan NU,” tegasnya. 

Kepada para pengurus PCNU Lasem, ia meminta agar setelah dilantik segera melengkapi semua setruktur kelembagaan dan ranting sampai dengan anak ranting di masjid-masjid dan mushala.

“Dan segera bergerak dengan penuh keyakinan bahwa الحركة بركة. Bergeraklah pasti berkah,” katanya. 

Pada bagian akhir pidatonya, ia mengingatkan pesan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari bahwa “Siapa pun yang mengurusi NU, saya akui sebagai muridku. Dan siapa yang menjadi murid saya, saya doakan seluruh anak cucunya husnul khatimah”. (Abdullah Alawi)