Nasional

PBNU Kawal UMKM Nahdliyin ke Pasar Digital

Kam, 10 Oktober 2019 | 01:00 WIB

PBNU Kawal UMKM Nahdliyin ke Pasar Digital

FGD Lakpesdam PBNU yang dibuka Waketum PBNU KH Mochamad Maksum Mahfoedz. (Foto: NU Online/Abdullah Alawi)

Jakarta, NU Online
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar ekonomi yang langsung dirasakan oleh akar rumput. Juga penopang lebih dari 90 persen serapan tenaga kerja di Indonesia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang kebanyakan warga Nahdlatul Ulama. 

Karena itulah, PBNU melalui Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam membantu mereka, misalnya mengawal terkait kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan prospek masa depannya dalam pasar digital. 

Hal itu disampaikan Ahmad Maulani saat mengawali Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lakpesdam di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (9/10).  

“Tantangan dalam mendorong pertumbuhan UMKM, khususnya mereka yang menggunakan infrastruktur ekonomi digital mengalami kendala dalam kepastian hukum transaksi digital di Indonesia. Itu ditengarai menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan UMKM,” jelas Maulani.

Padahal, lanjutnya, transaksi belanja digital Indonesia diprediksi akan terus meningkat. Lembaga riset Statistica memprediksi pendapatan e-commerce Indonesia bisa mencapai USD 113,4 juta pada 2023 dengan pertumbuhan 6 persen setiap tahunnya. 

Angka ini, sambungnya, tentu merupakan angka yang besar dan menjadi peluang bagi masyarakat Indonesia untuk mengembangkan ekonomi nasional. Hasil survey Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyebutkan UMKM yang bergabung dengan aplikasi layanan antar makan berbasis aplikasi meningkat pendapatannya hingga mencapai 55 persen. Hal ini membuktikan bahwa pemanfaat infrastruktur ekonomi digital berperan penting untuk menaikkan skala bisnis bagi UMKM.

“Tapi meskipun memiliki prospek yang cukup bagus dan potensi kontributif PDB yang besar, proses digitalisasi UMKM di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah di tingkat akar rumput,” lanjutnya. 

Menurut Maulani, perkembangan UMKM dalam mendayagunakan infrastruktur ekonomi digital hingga hari ini masih menghadapi berbagai macam permasalahan. Berdasarkan riset yang dilakukan Delloite Access Economics menyebutkan, di antara permasalahan tersebut adalah 36 persen UMKM di Indonesia masih berkutat dengan pemasaran konvensional. 

Sedangkan, sambungnya, 37 persen UMKM hanya memiliki kapasitas dalam pemasaran digital yang bersifat mendasar seperti akses komputer dan broadband. Sisanya, sebesar 18 persen UMKM menggunakan website dan medsos. 

“Hanya 9 persen saja yang memiliki kapasitas pemasaran digital yang bisa dikategorikan sangat cakap,” pungkasnya. 

FGD bertema Infrastruktur Kebijakan dalam Meningkatkan Kontribusi Ekonomi UKM melalui Pemanfaatan Ekonomi Digital dibuka Wakil Ketua Umum PBNU KH Mochammad Maksum Mahfoedz dan dihadiri oleh berbagai pihak terkait, mulai dari pelaku, pengamat, dan pengambil kebijakan ekonomi digital.

Pihak-pihak yang hadir pada kesempatan tersebut adalah perwakilan dari Kementerian komunikasi dan informatika, Dirjen Aplikasi Informatika /APTIKA, Kementerian Keuangan, Kementerian perindustrian, dari Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Bank Indonesia, Kementerian Koordinator bidang perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Otoritas Jasa Keuangan RI, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). 

Selain mereka, hadir pula perwakilan dari idEA (Indonesian E-Commerce Association), Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicrat Indonesia (ASEPHI), The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Kamar dagang dan Industri (KADIN), Asosiasi Penyelenggara inovasi keuangan digital Indonesia/AFTECH, Gojek, Bukalapak, Tokopedia,  Sekretariat Kabinet, Bank Dunia, Badan Ekonomi Kreatif, Sampoerna Retail Community, dan lain-lain. 
 
Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Fathoni Ahmad