Bandung, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat mengadakan pendidikan istinbathul ahkam (proses pengambilan keputusan dalam hukum Islam) di Kantor PWNU Jabar, Jalan Terusan Galunggung, Kota Bandung, Kamis (2/5) pagi.
Pengurus harian LBM PBNU menjelaskan teknik-teknik musyawarah, teknik menghadapi masalah, dan juga cara membuat rekomendasi ala NU. Forum ini dihadiri oleh Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna dan Wakil Ketua LBM PBNU KH Mahbub Ma’afi.
Tampak hadir Plt Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf di PWNU Jawa Barat.
Peserta pendidikan istinbathul ahkam berjumlah sedikitnya 70 orang. Mereka terdiri atas pengurus harian PWNU Jabar, aktivis PCNU di Jawa Barat, dan para kiai pesantren di Jawa Barat.
Forum ini dibuka oleh KH Hidayatullah yang mewakili Rais Syuriyah PWNU Jabar dan dipandu oleh Ketua LBM PWNU Jawa Barat KH Nurrohman.
Menurut Kiai Hidayatullah, forum bahtsul masail memiliki peran strategis dalam membantu penyelesaian masalah-masalah masyarakat dari sudut pandang agama.
“Nah kita ingin forum bahstul masail menghidupkan NU di Jawa Barat. Sebenarnya banyak persoalan yang bisa digarap oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU. Sebenarnya banyak persoalan kontemporer yang dapat digarap LBM NU seperti persoalan sampah dalam kaitannya dengan banjir Jakarta. Bagaimana hukumnya berjulan di luar pasar yang sampahnya tidak terkelola? Apakah itu menjadi wasilah atas banjir di Jakarta?” kata Kiai Hidayatullah.
Kiai Sarmidi Husna mengatakan, dirinya bersyukur bisa bersilaturahmi di sini. Ia mengapresiasi insiatif Ketua LBM PWNU untuk menggelar sosialisasi sidang istinbathul ahkam pada forum bahtsul masail di lingkungan NU.
Menurut Sekretaris LBM PBNU Kiai Sarmidi, pendidikan ini berangkat dari keterbatasan SDM bahtsul masail. Sementara pesantren-pesantren yang memproduksi santri dengan kompetensi berbahtsul masail juga mulai mengendur.
“Alhamdulillah sekarang forum bahtsul masail semarak kembali karena ijazah pesantren dikaui melalui muadalah sehingga para santri tetap bisa fokus pada tafaqquh fiddin melalui pendalaman kitab-kitab kuning,” kata Kiai Sarmidi.
Sementara Kiai Mahbub Maafi menambahkan bahwa praktik istinbathul ahkam di lingkungan NU cukup menarik karena para kiai NU menggunakan juga ilhaq atau analogi atas hasil analogi para ulama dan taqrir yang nama lainnya adalah tarjih atau pemilihan atas beberapa pandangan ulama.
“Sebuah qaul yang rajih (kuat) di zamannya bisa jadi marjuh atau lemah di zaman atau di tempat yang lain. Oleh karena para kiai NU pada beberapa kasus memilih pandangan yang marjuh karena memiliki relevansi dan unsur kemaslahatan yang kuat dengan dasar dari Imam As-Subki,” kata Kiai Mahbub Maafi. (Alhafiz K)