Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mematangkan pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren melalui Forum Discussion Group (FGD) di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (25/1). RUU Pesantren merupakan salah satu agenda pembahasan di komisi rekomendasi Munas-Konbes NU pada akhir Februari 2019.
Dalam pengantarnya, Wakil Sekjen PBNU H Masduki Baidlowi mengemukakan bahwa terjadi perubahan nomenklatur, yakni dari RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan hanya menjadi RUU Pesantren.
"RUU ini akhirnya dipersingkat. Tidak lagi RUU pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Jadi tidak lagi membicarakan sistem pendidkan keagamaan, tapi hanya berbicara mengenai RUU pesantren," kata Masduki.
Selain itu, pria yang juga menjadi ketua komisi rekomendasi di Munas dan Konbes NU ini menyampaikan tentaang upaya pemerintah dalam mensukseskan RUU Pesantren ini.
"Presiden telah menginstruksikan kepada jajarannya di tujuh kementerian untuk mensukseskan RUU pesantren ini," ucapnya.
Dalam pandangannya, kehadiran RUU pesantren diharapkan dapat menjadi pokok-pokok pikiran sebagai apresiasi negara terhadap pesantren. Hal itu karena negara mempunyai hutang budi yang sangat besar terhadap pesantren.
Menurutnya, pesantren merupakan sistem pendiidkan asli Indonesia, sehingga mestinya, pesantren menjadi mercusuar dalam banyak hal keilmuan daripada sekolahan.
"Mestinya pesantren jadi mercusuar karena lembaga pendidikan yang asli itulah yang dikembangkan oleh negara, tetapi rupanya negara tidak mengembangkan lembaga pendiidkan yang asli ini, tapi mengembangkan lembaga pendidikan yang dibawa oleh belanda," jelasnya.
Padahal, sambungnya, sekolahan telah menunjukkan kegagalan dalam sistem pendidikan. Salah satu bentuk kegagalannya ialah, mayoritas lulusannya bermental pegawai, tidak bermental enterpreneurship seperti di pesantren.
"Jadi dia tidak mempunyai mental entrepreneurship seperti pesantren. Tidak ada lembaga pemberdayaan yang kuat seperti pesantren. Tidak ada lembaga dakwah seperti pesantren. Nah tiga fungsi ini: fungsi keilmuan, fungsi dakwah yang sangat kuat, dan fungsi pemberdayaan terkait dengan kebangkitan ekonomi untuk kelas menengah Islam itu justru ada di pesantren tidak ada di sekolahan," terangnya.
Sehingga menurutnya, ada signifikansi yang sangat kuat agar pesantren bisa menjadi pokok pikiran dari PBNU untuk menjadi bahan rekomendasi dalam Munas NU.
Namun demikian, ia tidak menutup berbagai sisi terkait perkembangan teknologi, seperti kehadiran era industri 4.0 di satu sisi dan penolakan dari sebagian tokoh-tokoh NU, seperti KH Abdurrahman Wahid.
Hadir pada FGD ini Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Ketua PBNU Hanief Saha Ghafur, Wasekjen PBNU H Andi Najmi Fuadi dan Sultonul Huda, Direktur SAS Institute M Imdadun Rahmat, Ketua LP Ma'arif NU Pusat, Direktur Pendidikan Diniyah dan Kemenag Ahmad Zayadi. (Husni Sahal/Fathoni)