Nasional

PBNU Minta UU Pesantren Terus Dikawal dan Disosialisasikan

Kam, 26 September 2019 | 14:00 WIB

PBNU Minta UU Pesantren Terus Dikawal dan Disosialisasikan

PKB menyerahkan RUU Pesantren yang telah disahkan menjadi UU Pesantren ke Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Kamis (26/9). (Foto: NU Online/Alawi)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj atas nama Nahdlatul Ulama mengaku bersyukur Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren kini telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang Pesantren. 

“PBNU mengucapkan terima kasih kepada DPR RI dan seluruh fraksi yang mengesahkan RUU Pesantren menjadi Undang-Undang Pesantren secara aklamasi, tidak ada penolakan. Terima kasih khususnya kepada Partai Kebangkitan Bangsa yang telah memperjuangkannya,” katanya saat menerima silaturahmi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) yang dipimpin Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurrijal dan Sekjen PKB Hasanuddin Wahid di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (26/9). 

Menurut Kiai Said, setelah disahkan, Undang-Undang Pesantren harus terus dikawal di tingkat juknis dan juklaknya agar sesuai dengan Undang-Undang yang memayunginya. Kemudian menyosialisasikannya ke masyarakat umum, khususnya kepada kiai dan pesantren hingga di pelosok-pelosok. 

Lebih lanjut ia mengatakan, makna atau jiwa santri tidak hanya orang yang ada di pesantren, tetapi adalah orang yang beragama Islam, berakhlak mulia, dan hormat kepada kiai atau ulama. 

“Ada yang hormat kiai, tapi tidak berakhlak, bukan santri. Ada yang berakhlak, tapi tidak menghormati kiai, bukan santri,” tegas kiai pengasuh pondok pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan ini. 

Ia berharap dengan disahkannya Undang-Undang Pesantren ini akan memperkuat agama dan nasionalisme tidak hanya di kalangan pesantren, tapi juga kalangan lain. 

“Peran pesantren bukan omong kosong. Ada santri bernama Dulkamid atau Abdul Hamid. Dia nyantri di KH Hasan Besari Ponorogo. Dia hafal Al-Quran dan Fathul Qarib. Dia putra Hamengkubuwono III. Perlawanannya pada tahun 1825 sampai 1830 yang merepotkan Belanda. Beliau adalah Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro,” ceritanya.  

Kedua, ada santri Suwardi. Ia merupakan santri dari KH Zainuddin Sulaeman Prambanan. Dialah yang dikenal sebagai tokoh pendidikan Indonesia. Ada santri lain yang mengarang lagu Syukur. Dia adalah santri dari Semarang, yaitu Habib Husein Muthahar.
 
Dia menegaskan, santri berjasa besar dalam membangun kepribadian peradaban. Ia mengajak masyarakat untuk menjadikan pesantren sebagai kiblat umat Islam. 

“Mari kita jadikan pesantren sebagai kiblat umat Islam dalam peradaban. Idealisme peradaban, bagaimana cara berislam yang benar, ya di pesantren. Jangan sampai yang jadi kiblat adalah kelompok Islam yang melakukan kekerasan,” ajaknya. Saya yakin selama ada pesantren, harmonisasi agama dan nasionalisme akan terjaga. 

Pertemuan tersebut dihadiri Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Ketua PBNU Robikin Emhas dan H Umarsyah, dan Wasekjen Sulthonul Huda. Sementara dari FKB ada H Marwan Dasopang dan Eem Marhamah. 
 
Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Muchlishon