Nasional

PBNU Sayangkan Kasus Hukum Menjerat Petani Banyuwangi

Sab, 29 September 2018 | 11:15 WIB

PBNU Sayangkan Kasus Hukum Menjerat Petani Banyuwangi

Ketua PBNU Robikin Emhas

Surabaya, NU Online 
PBNU menyayangkan kasus hukum yang menimpa Satumin, Seorang petani asal Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, Jawa Timur yang ditahan lantaran dituduh merusak hutan di kawasan Perhutani Banyuwangi barat. Karena kasusnya itu, petani berusia 43 tahun kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan kelas III Banyuwangi.

Menurut Ketua PBNU Bidang Hukum, Ham dan Perundang-undangan Robikin Emhas, UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang dikenal juga dengan UU illegal logging tidak boleh diterapkan dengan melepaskan teks dari konteksnya. 

“Aspek filosofis dan historis yang melatarbelakangi lahirnya norma hukum berupa larangan perusakan hutan harus diperhatikan,” katanya kepada NU Online, Sabtu (29/9) 

Bukan itu saja, penegakan hukum (law enforcement) juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis dari subjek yang dinilai sebagai pelaku delik (pelaku tindak pidana), serta kondisi sosial masyarakat yang melingkupinya, termasuk dalam hal ini masyarakat yang hidup di garis kehutanan. 

Menurut dia, di beberapa negara lain sudah lebih dari itu, memasukkan aspek psikologi sang pelaku delik dalam proses penegakan hukum untuk semua jenis tindak pidana. 

Perlu diingat, norma larangan melakukan illegal logging dimaksudkan agar hutan dengan segenap fungsi yang melekat padanya tetap terjaga kelestariannya. Address larangan illegal logging adalah kerusakan fungsi pada derajat tertentu oleh pembalak liar. Bukan karena petani penanam jahe atau singkong.

Penegakan hukum yang mengabaikan aspek filosofif dan sosiologis bukan saja tidak sesuai dengan maksud hukum itu dibuat, namun dapat merusak nilai dan martabat kemanusiaan itu sendiri.

Dikutip dari KBR.id, petani Satumin pertama kali bertani di wilayah hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani Banyuwangi Barat, 1995 silam. Pada tahun itu, izin menanam didapatnya secara lisan. Ia lantas mulai menanam.

Dari sumber sama, pada pengujung 2009, dalam sebuah rapat kelompok kerja, petugas Perhutani juga mengimbau petani menanami lahan yang gundul. Dan mempersilakan jika ada yang ingin menanam buah-buahan. Di mana kelak, buah itu bisa dipanen tanpa menebang pohonnya.

“Pada Januari 2018, empat polisi hutan menangkapnya saat tengah berladang dan hendak memanen jahe. Kasus Satumin naik ke penyidikan pada 18 Januari 2018 atas tuduhan berkebun tanpa izin di hutan lindung. Dua pekan setelah itu, terbit surat pernyataan dari Kepala Desa Bayu yang menerangkan bahwa Satumin mengakui perbuatannya yang melanggar hukum dan, berjanji takkan mengulangi,” tulis KBR.id. (Abdullah Alawi)