Nasional

Pemuda Lintas Iman di Makassar Kampanyekan Keberagaman Lewat Kemah Perdamaian

Ahad, 6 November 2022 | 07:00 WIB

Pemuda Lintas Iman di Makassar Kampanyekan Keberagaman Lewat Kemah Perdamaian

Salah satu kegiatan dalam kemah perdamaian yang digelar pemuda lintas iman di Makassar. (Foto: dok. Mahabbah Institute for peace and goodness Makassar)

Makassar, NU Online 

Berbeda keyakinan bukan suatu penghalang untuk bersama turut andil membangun perdamaian dan merayakan keberagaman untuk menjaga kerukunan di butta atau tanah Makassar. Pasalnya kehidupan damai dan perdamaian pada dasarnya tidak terbatas pada ruang, waktu, dan keadaan sosial. Karena itu setiap orang wajib menjadi pelaku damai baik pikiran, perasaan/nurani, perilaku, maupun sikap. 


Hal ini yang dilakukan oleh sejumlah pemuda lintas iman yang bergabung dalam komunitas Mahabbah Institute for peace and goodness sebuah komunitas yang konsern menjaga perdamaian dan dialog lintas iman melalui peace camp atau kemah perdamaian. 


Peace camp merupakan sebuah kegiatan yang dirancang dalam bentuk ataupun perbauran peserta dengan fasilitator dalam satu atap dilaksanakan selama 3 hari 2 malam dengan materi-materi perdamaian. Peserta yang ikut memiliki latar belakang berbeda-beda. Camp ini juga mengajarkan untuk meminimalisasi konflik dan mempelajari manajemen konflik. 


Komunitas yang berada di jalan perumnas raya ruko Balang Tonjong Manggala, Makassar ini juga mengadopsi 12 nilai dasar perdamaian yang dikemas dalam kegiatan formal dan non formal.

 

Di antaranya kegiatan dialog lintas iman, kunjungan ke rumah ibadah, bertemu dan berjumpa dengan berbagai paham dan kepercayaan lain yang masih asing dan termarginalkan. Salah satu kegiatan rutin yakni mengadakan Peacesantren yang dilakukan antar dua agama besar yakni Islam dan Kristen. 


Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak SMP dan SMA, mereka ikut kegiatan pesantren selama tiga hari dua malam guna mengenal nilai-nilai ajaran Islam dan praktik kehidupan dari sumbernya langsung para kiai dan santri.

 

Peace camp pemuda lintas iman Makassar. (Foto: dok. Mahabbah Institute for peace and goodness Makassar)

 

Demikian juga para santri bisa mengenal praktik kehidupan beragama di Kristen dari sumber yang tepat sehingga terhindar dari prasangka sejak dini. Salah satu pesantren yang pernah disinggahi adalah Pesantren Sykeh Muhammad Ja’far Bantaeng. 


“Ada berbagai macam materi yang anak-anak pelajari selama mengikuti kegiatan ini misalnya public speaking, icebreaking, morning reflection, 12 nilai perdamaian, family group, makan dan tidur bersama, jalan damai dan expression night yang dilakukan bersama-sama santri,” tutur Divisi Pendidikan Kamardi kepada NU Online, Sabtu (5/11/2022).


12 nilai perdamaian ini, terangnya, disusun dengan orientasi pada perubahan cara pandang dan perubahan sikap. 1) Menerima diri, 2) Prasangka, 3) Sukisme, 4) Perbedaan agama, 5) Perbedaan jenis kelamin, 6) Perbedaan status ekonomi, 7) Perbedaan kelompok, 8) Memahami keragaman, 9) Memahami konflik, 10) Menolak kekerasan, 11) Mengakui kesalahan, dan 12) Memberi maaf. 


Salah satu pengurus Mahabbah Institute for Peace and goodness, Dennys Putra Nande menuturkan kemah permadamaian ini dirancang khusus sesuai dengan visi-misi, konsep dan pedoman.

 

Salah satu kegiatan dalam peace camp pemuda lintas iman Makassar. (Foto: dok. Mahabbah Institute for peace and goodness Makassar)

 

Metode pemaparan materi juga dibuat menyenangkan dan mudah dimengerti oleh peserta. Pemateri memiliki inovasi dalam penyampain yang membuat peserta lebih rileks dalam belajar. Sementara konsepnya adalah faithful and respectful, yakni dengan ber-MIPG kita bisa saling menguatkan Iman dan menghargai kepercayaan masing-masing.


“Kegiatan peace camp sangat langka di Kota Makassar, dikarenakan pesertanya satu ruangan dengan orang-orang berbeda agama yang sama sekali tidak kenal. Inilah toleransi sesungguhnya bukan hanya hidup berdampingan namun saling berinteraksi dan berkolaborasi terutama dalam hal mewujudkan perdamaian,” katanya.


Menggelar Trustbulding Camp

Komunitas Mahabbah Institute for Peace and Goodness Makassar pada Oktober lalu melaksanakan kegiatan trustbulding cam di wisata Pantai Galesong dengan melibatkan 50 anak muda terdiri dari beragam suku dan budaya yang berdomisili di Makassar dan juga dari apua yang berfokus pada kelompok agama Kristen dan Islam.


Program ini dirancang untuk menjadi ruang aman bagi anak-anak muda agar saling terhubung satu sama lain dan saling berbagi cerita serta berdialog dengan prinsip-prinsip menghargai dan membangun kepercayaan.

 

Kegiatan Trust building pemuda lintas iman di Makassar. (Foto: dok. Mahabbah Institute for peace and goodness Makassar)

 

Kemah ini juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berdialog dan membangun hubungan dan menciptakan jaringan untuk dunia yang lebih baik dan damai. Trust (kepercayaan) adalah pondasi dan modal sosial untuk merangkai kembali persatuan komunitas masyarakat yang kuat, sehat, dan berkeadilan sosial.


Trust bulding ini program yang mengedepankan empat prinsip utama yakni dimulai dari diri sendiri, penyembuhan luka sejarah, kejujuran dalam berdialog, dan membangun tim. Trust hadir sebagai ruang perjumpaan pemimpin muda Muslim dan Kristen agar terciptanya ruang aman, menemukan kekuatan untuk pemulihan luka batin serta dampak dari narasi kekerasan dan kebencian untuk bersama-sama memperkuat nilai kemanusiaan, keragaman, dan perdamaian.


Sebagai bentuk merayakan keberagaman, kegiatan ini juga diisi dengan sesi expression night di mana setiap peserta mengenakan pakaian adat dari daerah masing-masing dan menampilkan satu tampilan budaya. Expression night menjadi bagian kegiatan bagi peserta menyelami nilai bhineka tunggal ika sebagai bangsa Indonesia.


Resep cinta tumbuhkan rasa persaudaraan umat beragama 

Pendiri komunitas Mahabbah Institute for peace and goodness, Fery Mangin bercerita dirinya merupakan jamaah Advent yang pada awalnya sangat tertutup pada umat beragama lain. Dalam keluarganya ia memiliki latar belakang orang tua yang berbeda budaya. Dia mengistilahkan keluarganya adalah pembaruan sebab ibunya berasal dari Makassar dan ayahnya berasal dari Toraja.


Dari latar belakang ini ia mulai terbuka terhadap orang-orang yang berbeda. Ia beranggapan bahwa bertemu manusia baik yang muslim atau tidak harus atas dasar cinta.

 

“Saya tak henti-hentinya ketika melihat wajah saudara-saudara Islam dan seluruh umat manusia lainnya bahkan daun sekalipun dengan melihat wajah Tuhan. Karena saya yakin, bagaimanapun itu pasti ada kebaikan di dalamnya. Kan melihat Tuhan itu adalah estetikanya, etikanya yakni kita saling tolong menolong,” ujarnya.


Penulis: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad

 

==================

Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI